Pemerintah Diminta Lebih Agresif Pajaki Orang Kaya RI, Begini Caranya

Rahayu Subekti
13 September 2024, 15:34
Pajak
ANTARA FOTO/Andri Saputra/aww.
Petugas melayani konsultasi pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara, Selasa (5/3/2024). Berdasarkan data KPP Pratama Ternate, total realisasi pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di wilayah tersebut per 3 Maret 2024 mencapai 85,44 persen dan rencananya implementasi secara penuh NIK menjadi NPWP akan dilaksanakan pada 1 Juli 2024.
Button AI Summarize

Laporan terbaru Center of Economic and Law Studies (Celios) mengemukakan potensi besar yang akan diraup pemerintah jika memungut pajak dari orang super kaya. Pajak tersebut berpotensi mendongkrak pendapatan negara.

Untuk mendapatkan potensi tersebut, pemerintah perlu lebih agresif lagi dalam memungut pajak orang super kaya. Untuk melakukan hal tersebut, Ekonom Center of reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengungkapkan sejumlah cara yang bisa dilakukan pemerintah.

“Untuk memastikan efektivitas pemungutan pajak dari orang super kaya, ada beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah,” kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (13/9).

Hal pertama yang perlu dilakukan melalui penguatan basis data terkait kekayaan para miliarder tersebut. Yusuf mengatakan, hal tersebut dapat dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga keuangan, pencatatan aset properti, serta pemantauan transaksi saham dan investasi.  

Lalu kedua yang perlu dilakukan, yaitu penegakan hukum pajak harus ditingkatkan. “Ini termasuk audit pajak yang lebih terarah dan sanksi tegas untuk penghindaran pajak,” ujar Yusuf.

Kemudian yang ketiga, dengan memperkenalkan tarif pajak progresif yang lebih tajam, seperti pajak penghasilan (PPh) orang pribadi yang mencapai 35% untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun. Selain itu juga menambah instrumen pajak kekayaan seperti pajak atas properti mewah, pajak warisan, atau pajak atas investasi besar.

Yusuf menilai, cara-cara tersebut perlu dilakukan karena dari sisi potensi penerimaan, kelompok super kaya di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. “Saat ini, PPh orang pribadi dari orang kaya hanya berkontribusi 0,7% dari total penerimaan pajak, padahal ada peluang untuk menambah penerimaan dengan tarif yang lebih progresif,” kata Yusuf.

Jangan Dimanja dengan Family Office

Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti justru menyayangkan kebijakan pemerintahan yang memanjakan orang super kaya justru melalui family office.

Mengingat, saat ini pemerintah berencana membentuk family office yang akan mengelola kekayaan orang-orang kaya. “Jangan buat family office untuk orang super kaya, malah tidak dikenakan pajak,” ujar Esther.

Padahal, pajak dari orang super kaya jauh lebih potensial dalam meningkatkan penerimaan negara. Ditambah lagi, cara pemungutannya juga sama dengan jenis pajak lain.

Esther mengatakan, pemerintah hanya perlu menggunakan pajak dengan tarif progresif untuk pajak penghasilan. “Maka dengan sendirinya, orang dengan pendapatan semakin besar akan bayar pajak, makin tinggi tarifnya,” ujar Esther.

50 Miliarder RI Bisa Tambah Pemasukan Negara

Dalam laporan terbarunya berjudul berjudul 10 Lubang Fiskal Warisan Pemerintahan Joko Widodo, Celios melakukan penghitungan mengenai penerapan pajak untuk orang super kaya atau miliarder Indonesia yang berpotensi meningkatkan pendapatan negara.

Peniliti Celios Achmad Hanif Imaduddin mendorong pemerintah pada kabinet selanjutnya untuk menerapkan strategi kebijakan perpajakan yang lebih optimal. Salah satunya dengan menyasar pajak orang super kaya. 

Hanif mendefinisikan orang super kaya ini memiliki kekayaan lebih dari US $ 1 juta. Jika mengacu pada kurs JISDOR saat ini senilai Rp 15.421 per dolar AS, maka orang super kaya tersebut yang memiliki harta mencapai US$ 15,42 miliar .

Celios melakukan penghitungan tersebut berdasarkan 50 orang terkaya di Indonesia yang diambil dari data Forbes. "Dari 50 orang terkaya di Indonesia dalam satu tahun, apabila kekayaannya ini dikenai pajak, kita bisa mendapat sekitar Rp 81,56 triliun," kata Hanif dalam diskusi Celios, Kamis (12/9). 

Pendapatan pajak tersebut bisa untuk digunakan untuk anggaran belanja lingkungan hidup. Bahkan bisa berkali-kali lipat dari pagu anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mencapai Rp 8,38 triliun hingga Juli 2024. 

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...