Rupiah Diprediksi Menguat Terbatas Akibat Kebijakan Tarif Trump dan Inflasi AS
Nilai tukar rupiah diperkirakan akan mengalami penguatan terbatas pada hari ini, meski masih dibayangi berbagai sentimen dari dalam dan luar negeri. Salah satu sentimen utama adalah kebijakan tarif impor yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang berpotensi mengganggu rantai pasok global.
Menurut Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C Permana, kebijakan penerapan tarif secara perlahan ini akan menahan perubahan mendadak dalam rantai pasok global yang dapat memengaruhi perdagangan.
"Penerapan tarif secara gradual dapat membantu mencegah perubahan rantai pasok global yang terlalu cepat," kata Fikri kepada Katadata.co.id, Selasa (14/1).
Dengan kondisi tersebut, Fikri memproyeksikan nilai tukar rupiah akan menguat tipis ke kisaran Rp 16.160 hingga Rp 16.360 per dolar AS pada hari ini.
Berdasarkan data Bloomberg Selasa pagi (14/1) pukul 08.52 WIB, rupiah melemah 93.00 poin atau 0,57% ke level Rp 16.283 per dolar AS.
Dipengaruhi Inflasi AS
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, juga memprediksi penguatan terbatas rupiah akibat antisipasi pasar terhadap kebijakan tarif Trump. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 16.200 hingga Rp 16.350 per dolar AS.
Selain itu, ekspektasi inflasi AS yang tetap stabil atau sedikit di bawah perkiraan juga menjadi faktor yang memengaruhi pergerakan rupiah.
"Namun, dolar AS masih cenderung menguat menjelang pelantikan Trump," ungkap Lukman.
Sementara itu, Fikri menyoroti inflasi AS untuk satu tahun ke depan yang diperkirakan berada pada level 3,0% secara tahunan (yoy). Faktor lain yang turut memengaruhi pergerakan rupiah adalah lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada hari ini, yang menargetkan tenor 10 tahun.
Dibayangi Data Ekonomi AS
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menyampaikan bahwa indeks dolar AS pada pagi ini bergerak di level yang serupa dengan pergerakan pagi kemarin, yaitu di kisaran 109,63. Hal ini menunjukkan dolar AS masih relatif kuat dibandingkan mata uang lainnya.
Saat ini, belum ada data atau agenda yang mampu membalikkan sentimen penguatan dolar AS. Efek dari data tenaga kerja AS bulan Desember 2024 yang lebih baik dari perkiraan, yang dirilis Jumat lalu, masih memberikan dorongan positif bagi dolar AS.
Menurut Ariston, pasar akan mencermati data ekonomi penting yang akan dirilis dalam waktu dekat. Malam ini, data inflasi produsen akan diumumkan, sementara besok malam akan ada data inflasi konsumen untuk bulan Desember 2024.
Jika data tersebut menunjukkan penurunan kenaikan harga, dolar AS berpotensi melemah. Sebaliknya, jika inflasi tetap tinggi, penguatan dolar AS kemungkinan berlanjut.
"Hari ini, potensi pelemahan rupiah masih terbuka dengan resisten di sekitar Rp 16.300–Rp 16.310 per dolar AS, serta potensi support di sekitar Rp 16.200 per dolar AS," ujar Ariston.
Dengan kondisi tersebut, pasar diharapkan tetap waspada terhadap dinamika data ekonomi yang dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar.