DPR Tak Setuju Pembatasan BBM Berdasarkan CC Mesin Kendaraan
Komisi VII DPR meminta distribusi BBM bersubsidi Pertalite dan Solar hanya ditujukan kepada kendaraan umum dan sepeda motor. Ketua Komisi Energi Sugeng Suparwoto mengatakan pengaturan penyaluran barang subsidi harus diatur secara spesifik.
Pernyataan yang dilontarkan oleh Sugeng juga merupakan tanggapan soal adanya wacana yang mengatakan bahwa pembelian BBM bersubsidi akan dibatasi melalui identifikasi besaran kapasitas kubikasi mesin mobil untuk 1.500 CC dan 2.000 CC.
"Banyangkan kalau satu rumah punya dua atau tiga kendaraan yang punya 1.500 CC, Apakah ini dikategorikan sebagai orang tidak mampu? Kalau tetap ingin subsidi barang, maka kami inginkan yang disubsisi hanya untuk kendaraan umum dan motor saja," ujarnya saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC) pada Kamis (28/7).
Identifikasi penerima subsidi BBM yang dilihat dari besaran kapasitas mesin dirasa tidak tepat. Sugeng menilai, warga yang memiliki mobil pribadi otomatis masuk dalam kategori masyarakat mampu. Ia menjelaskan, serapan BBM subsidi akan tetap tinggi apabila kendaraan pribadi masih diperbolehkan membeli Pertalite maupun Solar.
"Karena mobil punya tangki bensin yang lebih besar dari tangki motor. Apa iya orang yang mampu beli mobil itu kita beri subsidi lebih besar? Sementara yang punya motor volume tangkinya paling 7 liter. Gak adil dong," sambung Sugeng.
Selain melalui subsidi barang, Sugeng juga mengusulkan skema pemberian subsidi langsung kepada orang atau keluarga. Dia menjelaskan, tiap keluarga miskin di Indonesia diberikan uang tunai sebesar Rp 3,5 juta per bulan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT).
BLT yang disalurkan melalui rekening itu bisa dimanfaatkan untuk membeli BBM, gas maupun sembako. "Soal pendataan, tata kelola pemerintah yang paling lengkap di dunia adalah Indonesia. Dari RT sampai kabupaten/kota. Dengan big data ini suatu hal yang mudah. Politik saja bisa dikuantisir dalam bentuk quick count," jelasnya.
Sugeng memperkirakan jumlah warga miskin di Indonesia mencapai 10 juta keluarga. Dengan jatah Rp 3,5 juta per bulan untuk tiap keluarga, pemerintah harus mengeluarkan uang sejumlah Rp 420 triliun per tahun. "Bisa disalurkan dalam bentuk ATM. BRI sudah bisa untuk itu," ujar Sugeng.
Sebelumnya, rencana pemerintah untuk membatasi penyaluran BBM bersubsidi Pertalite dan solar masih terus bergulir. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan saat ini pemerintah tengah menguji coba subsidi tertutup via aplikasi MyPertamina.
Dalam uji coba tersebut, pemerintah melakukan beberapa simulasi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi melalui identifikasi besaran dari kapasitas kubikasi mesin kendaraan.
Saleh menyebut ada dua kategori yang disimulasikan, yakni pembatasan untuk kelas kendaraan 2.000 CC atau diperketat pada kelas kendaraan 1.500 CC. "Jika diterapkan pada kendaraan di bawah 2.000 CC berapa hematnya? Kemudian jika kita perketat lagi ke 1.500 CC berapa yang kita bisa hemat," ujarnya Selasa (12/7) malam.
Dia menambahkan bahwa kuota Pertalite yang disiapkan pemerintah pada tahun ini tidak sebanding dengan perkiraan serapannya tahun ini yang diperkirakan mencapai 25 juta kl atau 1,5 juta kl di atas kuota yang disiapkan.
"Jika tidak ada penambagan volume, maka solusinya adalah pengetatan konsumen. Kami saring hanya untuk warga yang berhak mendapatkan Pertalite. Itu yang saat ini kami susun. Aplikasi MyPertamina mampu memonitoring para konsumen yang berhak untuk mendapat BBM," kata Saleh.