Potensi Buntung Biodiesel: Defisit Minyak Sawit dan Besarnya Subsidi

Muhamad Fajar Riyandanu
6 Agustus 2022, 10:40
biodiesel, minyak kelapa sawit,
123RF.com/Sergey Galushko
Ilustrasi biodiesel.

Program biodisel yang mencampurkan BBM solar dengan fatty acid methyl ester (FAME) minyak kelapa sawit dinilai sebagai kebijakan multiobjektif. Kebijakan ini dinilai dapat meminimalisir dampak krisis iklim dan menjaga ketahan energi nasional dengan mengurangi impor solar.

"Intinya kalau mau buat kebijakan biodiesel harus lihat sumber minyak sawit dan harus lihat resikonya terhadap food. Karena preferensinya dibagi tiga, ada untuk eksport penggunaan dalam negeri untuk minyak goreng dan energi biodiesel," kata Ketua LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Alin Halimatussadiah kepada Katadata.co.id.

Sejak program ini diluncurkan pada 2006 silam, target bauran biodiesel terus meningkat. Bahkan Kementerian ESDM telah melaksanakan uji jalan B40 pada 27 Juli kemarin.

Dalam kajiannya bertajuk 'Risiko Kebijakan Biodiesel dari Sudut Pandang Indkator Makroekonomi dan Lingkungan' yang terbit pada 2020 lalu, LPEM FEB UI menuliskan program biodiesel memiliki potensi menambah devisa negara apabila impor solar turun dan meningkatnya permintan minyak sawit di dalam negeri.

Akan tetapi, program ini juga berpotensi menurunkan cadangan devisa jika Indonesia kehilangan potensi ekspornya. Kajian tersebut dilakukan dengan tiga skenario pengembangan biodiesel.

Pertama, skenario jika biodiesel turun menjadi B20 sampai tahun 2025. Kedua, adalah skenario yang berjalan saat ini, yakni B30 hingga 2025 dan skenario ketiga dengan program B50 hingga 2025.

Dalam skenario pertama, Indonesia akan mengalami defisit minyak sawit sebesar 1,26 juta ton jika hanya menggunakan B20 sampai 2025. Kemudian pada skenario kedua, terjadi kekurangan 40 juta ton minyak kelapa sawit jika Indonesia menggunakan B30 hingga 2025.

Selanjutnya pada skenario ketiga Indonesia juga akan mengalami defisit minyak sawit sebesar 108, 63 juta ton apabila pemerintah mengejar ambisi untuk B50 hingga 2025.

Menanggapi program biodiesel yang sudah mencapai tahap uji jalan B40, Alin menganggap kebijakan tersebut merupakan langkah yang baik karena tidak semua bahan B40 berasal dari campuran minyak sawit.

Ia mengatakan program B40 merupakan campuran BBM solar dengan 30% FAME dan 10% Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). RBDOP adalah minyak kelapa sawit yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya.

"Yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengatasi adanya kemungkinan ketidakpercayaan pasar terhadap kualitas FAME yang nantinya berpengaruh terhadap kualitas kendaraan mereka," ujar Alin.

RBDPO yang dikatakan sebagai green diesel juga lebih mahal dari FAME. Ini akan berdampak pada beban subsidi yang lebih tinggi kepada industri biodiesel. Sejak 2015 sampai 2019, subsidi biodiesel ke produsen biodiesel mencapai 61,8%. Pada 2020, alokasi dana untuk program biodiesel mencapai Rp 2,78 triliun .

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...