Meredam Lonjakan Inflasi Global

Masyita Crystallin
Oleh Masyita Crystallin
14 Mei 2022, 06:00
Masyita Crystallin
Katadata | Joshua Siringo-ringo

Kerja sama antarnegara untuk memastikan rantai pasok dan arus barang tetap lancar dan terjangkau di masa pemulihan juga penting, sebab dampak kebijakan moneter akan dirasakan berbeda lintas kelas sosio-ekonomi. Karena itu, negara dapat memberi bantalan terhadap masyarakat, baik dengan subsidi, kebijakan yang mempengaruhi harga, maupun direct transfers kepada masyarakat rentan. 

Jika berkepanjangan, inflasi dapat merambat pada isu sosio-ekonomi global. Mengutip pernyataan IMF Managing Director, Kristalina Georgieva dalam pertemuan IMF-WB Spring Meeting 2022, “In economic terms, growth is down and inflation is up. In human terms, people’s incomes are down and hardship is up”.

Otoritas-otoritas moneter di seluruh dunia tengah berhati-hati, bahkan cenderung divergen dalam menyikapi fenomena inflasi global. Amerika Serikat dan Inggris berupaya mempercepat peningkatan suku bunganya.

Pada Mei 2022, The Fed menaikkan target Fed Fund Rate terbesar sejak tahun 2000 menjadi 0,75% - 1%. Hal sama dilakukan Bank of England dengan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 1%. Sementara itu, Jepang dan Tiongkok masih berencana menerapkan kebijakan moneter longgar di tengah inflasi produsen.

Opsi pengetatan kebijakan moneter ini menjadi hal yang sangat menantang dan dilematis bagi negara berkembang di saat perekonomian baru mulai menggeliat namun belum sepenuhnya pulih seperti prapandemi. Menurut Brookings Institute, CEPR, dan IMF, komunikasi kebijakan yang baik menjadi elemen yang krusial bagi negara berkembang dalam mengelola risiko inflasi. Dengan demikian, kepanikan dan ekses ekspektasi tidak menimbulkan hardship

Laju inflasi di Indonesia masih dalam rentang aman di bawah laju pertumbuhan PDB. Dalam bahasa manusia, ini berarti pendapatan masih akan di atas hardship yang ditimbulkan inflasi jika kesejahteraan dari pertumbuhan ekonomi terdistribusi dengan baik.

PDB riil Indonesia membaik, kembali ke tingkat PDB riil pada 2019 sebelum pandemi. Tidak semua negara mengalami pembaikan seperti ini. Inflasi, di sisi lain, masih terkendali jika dibanding negara-negara peers di kelompok negara berkembang. Ini membuktikan Indonesia memiliki resiliensi. Namun, penurunan produktivitas sektor-sektor formal dan jurang produktivitas antarwilayah tetap perlu diwaspadai dan dicarikan solusi reformasi. 

Di dalam kondisi badai besar perekonomian global ini, kerja sama multilateral menjadi komponen esensial. Prioritas pengendalian inflasi global adalah mengatasi akar masalah terkait rantai pasok, baik stabilisasi pasokan maupun harga komoditas, dan isu struktural. Upaya menghentikan perang dan meredakan pandemi adalah beberapa di antaranya.

Berhentinya perang diharapkan dapat memulihkan suplai komoditas pangan di Ukraina dan Rusia. Kedua negara ini merupakan produsen gandum, minyak nabati, dan energi yang signifikan. Sementara itu, terkendalinya pandemi dapat kembali membuka jalur perdagangan negara-negara yang memiliki kaitan rantai pasok global kuat seperti Tiongkok. Dengan demikian, teratasinya masalah rantai pasok diharapkan dapat mengurangi tekanan dari supply side.

Upaya multilateral lain adalah melalui penyediaan jaring pengaman sosial keuangan global (global financial safety net) oleh lembaga multilateral, yang dapat membantu negara berkembang yang rentan ketika dunia melakukan transisi pada kondisi kebijakan moneter yang lebih ketat. Menjalankan Presidensi G20, peran Indonesia semakin krusial dalam memimpin ikhtiar multilateral mencari solusi menghadapi tantangan ekonomi dunia saat ini.

Di tengah perbedaan pendapat dan konflik geopolitik global yang meruncing, Indonesia dalam Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) pada April 2022 berhasil memimpin para negara anggota G20 untuk mencapai konsensus mewujudkan perekonomian global yang lebih merata dan lebih kuat sesuai slogan “Recover Together, Recover Stronger”.

Halaman:
Masyita Crystallin
Masyita Crystallin
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi; Sherpa Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...