Dampak Berantai Kenaikan Suku Bunga dan Cara Menghadapinya

Masyita Crystallin
Oleh Masyita Crystallin
3 Juni 2022, 11:03
Masyita Crystallin
Katadata | Joshua Siringo-ringo

James Galbraith menekankan perlunya mewaspadai dampak kebijakan kenaikan suku bunga The Fed dan BoE ini terhadap tingginya beban biaya yang ditanggung oleh pelaku sektor primer, seperti industri pertanian dan para petani, UMKM, rumah tangga, atau pekerja yang sedang mencicil kredit perumahan dan/atau kredit konsumsi.

Dampak perubahan rezim moneter ini tidak hanya terisolasi di negara-negara pencetus kebijakan tersebut. Seiring semakin terintegrasinya sistem keuangan dan perdagangan dunia, rezim moneter ketat global turut merambat pada negara berkembang dengan laju bervariasi.

Sejak diumumkannya kenaikan Fed Fund Rate, indeks dolar AS (DXY) berada pada tren menguat mencapai nilai di atas 100, tertinggi sejak tahun 2016. Hal serupa terjadi pada yield US Treasury 10 tahun yang sempat mencapai tingkat di atas 3%.

Terapresiasinya Dolar AS serta meningkatnya yield US Treasury tentunya dapat mempengaruhi kondisi perekonomian negara berkembang. Seluruh indikator aset keuangan negara berkembang (nilai tukar, yield obligasi, maupun indeks saham) melemah pasca-pengetatan kebijakan moneter global.

Di Indonesia misalnya, terjadi tren depresiasi nilai tukar rupiah, yang pada pertengahan Mei sudah kembali menguat. Perlemahan nilai tukar dapat meningkatkan cost of fund pembiayaan, baik bagi APBN maupun pelaku ekonomi lain.

Indikator makro dan sektor keuangan Indonesia dalam kategori cukup baik mengingat tantangan global yang cukup tinggi, terutama jika dibandingkan dengan periode Taper Tantrum 2013.

Dengan mulai berubahnya rezim moneter negara maju, perekonomian dunia dan domestik tentu perlu beradaptasi. Amerika Serikat sendiri memiliki instrumen untuk meredam kejutan dampak kebijakannya (smoothing), seperti mengurangi tekanan transisi perubahan rezim moneter. Salah satunya adalah melalui Standing Repo Facility (SRF).

Peran kerja sama multilateral pun semakin esensial. Khususnya, dalam mencari solusi agar akar pemicu inflasi global, seperti gangguan rantai pasok (supply chain) serta perang Rusia-Ukraina, dapat segera terselesaikan. 

Di tengah tantangan capital outflows bagi negara berkembang, perlu dilakukan upaya peningkatan investasi langsung asing (Foreign Direct Investment) dan kemudahan investasi dalam skala besar.

Di tengah real yield negara maju yang negatif (karena tingginya inflasi), Indonesia masih memiliki real yield positif sehingga berpotensi merebut peluang mendapatkan capital inflow melalui pinjaman maupun suntikan modal, salah satunya melalui sovereign wealth fund.

Bagaimanapun, arus aktivitas perdagangan dan sektor keuangan kita tidak terisolasi dari perkembangan dinamika ekonomi negara-negara yang memiliki hubungan signifikan dengan Indonesia.

Salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah arah perkembangan transisi rezim moneter secara global: Apakah searah atau divergen? Tiongkok misalnya, masih berencana mengimplementasikan kebijakan moneter longgar. Divergensi arah kebijakan moneter ini menjadi salah satu hal krusial dalam pemantauan perekonomian domestik.

Dari sisi domestik, peran kebijakan fiskal dan moneter diperlukan untuk menghadapi divergensi ini. Untuk meredam fluktuasi yield SBN (Surat Berharga Negara), perlu melakukan diversifikasi investor sehingga pasar SBN domestik tidak bergantung pada aliran modal asing.

Beberapa penelitian seperti Ebeke dan Kyobe (2015) menunjukkan bahwa tingginya fluktuasi yield pasar SBN suatu negara dipengaruhi oleh besarnya porsi kepemilikan asing dalam struktur pasar SBN. Oleh karena itu, peran investor domestik semakin diperlukan untuk memperkuat pasar SBN, terutama dengan  memperhatikan kebijakan burden sharing  yang akan berakhir tahun ini. 

Dengan adanya tren penguatan indeks Dolar AS, skema Bilateral Currency Swap menjadi salah satu instrumen penting untuk mengurangi risiko currency mismatch mata uang dollar AS bagi perdagangan antarnegara dan mengurangi tekanan depresiasi Rupiah. 

Hal-hal ini menjadi amat penting bagi para pemegang kebijakan perekonomian di Indonesia. Semua perkembangan dinamika perekonomian global ini harus dimitigasi demi kepentingan dan kesejahteraan bangsa.

Halaman:
Masyita Crystallin
Masyita Crystallin
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi; Sherpa Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...