Namun, pada Juli lalu perusahaan mengumumkan penyatuan merek keduanya. Sumber KrAsia menyebut langkah tersebut sangat mahal dan memperburuk kerugian finansial perusahaan.  

Cara perusahaan teknologi memperoleh pendapatan telah berubah karena pandemi Covid-19. Masana Takahashi, pendiri firma penasihat akuntansi dan keuangan berbasis di Singapura, Jidobox, mengatakan Gojek harus mencari sekutu, seperti Tokopedia.

Langkah tersebut merupakan yang teraman sebelum go public. “Gojek tampaknya belum siap untuk IPO. Mungkin secara finansial tidak begitu baik,” kata Takahashi, dikutip dari KrAsia, pada Februari lalu. 

Perusahaan yang didirikan Menteri Pendidkan Nadiem Makarim itu mendapat suntikan modal pertama pada 2014. Putaran pertama seri A ini sebesar US$ 2 juta (sekitar Rp 29,2 miliar). “Gojek mengumpulkan miliaran dari investor dan dananya akan segera jatuh tempo,” ujarnya. 

Jatuh tempo pinjaman dari venture capital (lembaga keuangan yang memberi dana kepada startup) biasanya tujuh sampai sepuluh tahun. Sebelum tengat, para investor sudah menuntut keluar dari perusahaan.  

Pesaingnya, yaitu Grab, juga mendapatkan investasi seri A sebesar US$ 10 juta (sekitar Rp 146,2 miliar) pada 2014. Perusahaan yang bermarkas di Singapura itu sedang mempertimbangkan IPO di AS pada tahun ini. 

Aplikasi Tokopedia dan Gojek

Ilustrasi merger Gojek dan Tokopedia.  (Katadata/Desy Setyowati)

Persaingan Ketat di Bisnis Pembayaran

Baik Gojek dan Tokopedia sedang bersaing ketat dengan Sea Group dan Grab. Sea, merupakan induk dari Shopee. E-commerce ini telah melampaui Tokopedia sebagai situs e-commerce paling banyak dikunjungi pada kuartal ketiga dan keempat 2020. Dompet digitalnya, ShopeePay, telah mengungguli transaksi GoPay dan OVO.

OVO selama ini penyedia pembayaran eksklusif untuk Tokopedia dan Grab. Berdasarkan laporan DealStreetAsia, Tokopedia memiliki 36,1% saham di induk OVO, Bumi Cakrawala Perkasa. 

Co-founder Tokopedia, yakni Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya juga mempunyai 5% saham OVO, melalui PT Wahana Innovasi Lestari yang diakuisisi dari Grab pada Februari 2020. Sedangkan Grab Inc menguasai 39,2% saham OVO.

Merger dengan Gojek akan membuat Tokopedia harus menjual sahamnya di OVO. Peraturan Bank Indonesia melarang satu perusahaan untuk menjadi pemegang saham pengendali di lebih dari satu platform pembayaran. 

Di sisi lain, Grab telah mengalahkan Gojek di sektor transportasi daring di Indonesia sejak 2018. Grab juga telah berinvestasi di LinkAja, platform pembayaran milik badan usaha milik negara (BUMN) yang memberikan akses ke basis pengguna yang lebih bervariasi ketimbang GoPay.  

“Pembayaran adalah bisnis terpenting. Kehilangan itu dapat merepotkan Gojek,” kata Takahashi. 

Gojek dan Tokopedia adalah dua stratup teknologi besar di Indonesia. Masing-masing valuasinya adalah US$ 10,5 miliar dan US$ 7,5 miliar (Rp 153,5 triliun dan Rp 109,6 triliun). Gojek memiliki dua juta mitra pengemudi dan 900 ribu pedagang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sedangkan Tokopedia mengklaim memiliki 9,9 juta pedagang di platform-nya. 

Beberapa analis sudah memproyeksikan valuasi gabungan keduanya. CLSA Sekuritas misalnya, memperkirakan nilai kapitalisasi pasar entitas gabungan ini US$ 35 miliar hingga US$ 40 miliar (Rp 511,8 triliun sampai Rp 585 triliun).

Jika proyeksi itu benar, maka nilainya melebihi Telkom Rp 329 triliun dan Bank Mandiri Rp 302 triliun. Namun, di bawah BCA sekitar Rp 838 triliun dan serupa dengan BRI Rp 585 triliun.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee sebelumnya mengatakan, besarnya valuasi gabungan Gojek dan Tokopedia dapat menambah daya tarik investor untuk berinvestasi. “Keduanya bisa menguasai pasar belanja dan pengantaran barang di Indonesia,” ujarnya. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement