Soal tren PHK di ketiga industri itu, mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), telah terlihat sejak pandemi terjadi. Industri pakaian jadi mengalami PHK paling banyak pada Agustus 2020, sebanyak 351,4 ribu orang.

Di bawahnya adalah industri kulit, barang kulit, dan alas kaki. Di urutan keempat terdapat industri tekstil sebanyak 185,3 ribu pekerja. Ketika virus Covid-19 mulai muncul memang banyak pabrik tutup dan aktivitas ekonomi yang lumpuh. 

Apabila dilihat dari wilayahnya, data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan Banten menjadi provinsi dengan korban PHK terbanyak. Sebanyak 3.703 orang dipecat pada periode Januari hingga Oktober 2022. Di bawahnya adalah DKI Jakarta dan Jawa Timur.   

Namun, data di atas belum mencerminkan kasus pemecatan di seluruh Indonesia. Kemnaker hanya mencatat kasus PHK yang dilaporkan melalui Sistem Informasi dan Aplikasi Pelayanan Ketenagakerjaan dan/atau Pengadilan Hubungan Industrial.

Karena itu, angkanya jauh berbeda dibandingkan data Apindo. Selama periode Januari hingga November 2022, asosiasi ini mencatat jumlah pekerja terkena PHK di Tanah Air mencapai 919.071 orang. Angka ini berasal dari total jumlah pekerja yang mencairkan dana Jaminan Hari Tua alias JHT karena PHK di BPJS Ketenagakerjaan. 

Dalam catatan Asosiasi Persepatuan Indonesia atau Aprisindo, ada 25.700 pekerja industri alas kaki dipecat pada tahun ini. Mereka terkena imbas pelemahan permintaan produk sepatu merek global, seperti Nike, Adidas, dan Reebok.

Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko mengatakan, jumlah itu masih 10% dari total yang terkena PHK. Prediksinya, angkanya akan bertambah pada 2023. 

Buruh Pabrik Sepatu
Buruh Pabrik Sepatu. (Arief Kamaludin|KATADATA)

PHK Dampak Omnibus Law?

Saham emiten tekstil pun terdampak dari lesunya industri tersebut. PT Pan Brothers Tbk (PBRX) telah merosot lebih 29,66% dalam enam bulan terakhir. PT Trisula Textile Industri Tbk (BELL) anjlok 73,87%. PT Indo-Rama Synthetic Tbk (INDR) dan PT Golden Flower Tbk (POLU) masing-masing turun 49,12% dan 52%. 

Pada Oktober lalu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menyebut, sebagian karyawan industri TPT kini telah dirumahkan. Banyak industri tekstil terpaksa mengurai jam operasional karena permintaan menurun tajam.

Sebelumnya perusahaan tekstil rata-rata bekerja tujuh hari dalam satu minggu selama 24 jam. “Kini hanya bekerja maksimum lima hari, Sabtu-Minggu diliburkan,” ucapnya. Kinerja industri tekstil telah turun hingga 30% sejak September 2022.  

Di tengah kondisi tersebut, para buruh meminta pengusaha untuk tidak menakut-nakuti. Dunia usaha sebaiknya mencari solusi atas suramnya masa depan mereka pada 2023. 

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat bahkan menyebut kondisi PHK tidak seheboh yang dikatakan para pengusaha. Pasalnya, pemecatan tahun ini merupakan dampak penurunan permintaan sejak pandemi 2020. 

Selain itu, penurunan ekspor juga terjadi karena perang Rusia vs Ukraina yang berdampak ke ekonomi global. “Ini seolah-olah kami ditekan, ditakut-takuti. Nanti mereka (pengusaha) yang rugi sendiri,” kata Mirah pada Kamis lalu. 

Kondisi pelemahan permintaan pernah terjadi di masa lalu dan pulih seiring membaiknya ekonomi. Karena itu, ia meminta produksi ekspor dialihkan ke pasar domestik. 

Mirah justru melihat PHK di industri padat karya terjadi karena dampak Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja. Para pengusaha melakukan PHK, tapi di sisi lain melakukan lowongan kerja dengan status pekerja kontrak, harian, hingga alih daya (outsource). 



Halaman:
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement