Kekhawatiran juga dirasakan Rahmi. Pelaku usaha jastip barang-barang dari Bangkok, Thailand, ini sempat cemas ketika tiba di Jakarta pada 19 Maret lalu. Tapi ternyata ia tak mendapat hambatan sama sekali. Selain karena hanya membawa satu koper kecil, barang-barang titipannya ia kirim melalui kargo.  

BEA CUKAI TERTIBKAN JASA TITIPAN
BEA CUKAI TERTIBKAN JASA TITIPAN (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Mengapa Pemerintah Ingin Membatasi Bisnis Jastip?

Zulkifli menilai respons masyarakat terkait aturan barang impor terlalu berlebihan. Aturan tersebut, menurut dia, untuk melindungi industri tekstil di dalam negeri. 

“Kita ini kalau sama peraturan bangsa sendiri itu lebay. Pembongkaran barang bawaan bandara itu kan hal biasa saja, kenapa mesti ribut,” ujar Zulhas saat ditemui di Bogor, akhir bulan lalu. 

Ia menekankan pemerintah tidak akan kembali merevisi aturan kebijakan impor yang berlaku 10 Maret 2024 ini. Permendag yang baru akan membuat usaha jastip dan pelaku usaha domestik lainnya berada pada kondisi usaha yang sama. 

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia atau Hippindo menganggap barang hasil jastip termasuk barang ilegal yang selama ini telah menggerus industri perdagangan di dalam negeri. Kontribusinya diperkirakan mencapai 20% dari nilai industri di dalam negeri. 

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengklasifikasikan usaha jastip menjadi tiga, yakni jastip bawaan penumpang, kargo, dan kontainer. Menurut dia, popularitas barang jastip meningkat lantaran harganya yang lebih murah hingga 60% dari barang yang sama di dalam negeri.

"Sejak pandemi Covid-19, industri retail baru pulih 80% dibandingkan 2019. Setelah kami lihat, hal tersebut didorong salah satunya oleh usaha jastip," kata Budiharjo kepada Katadata.co.id. 

Tingginya harga barang yang sama di dalam negeri  disebabkan oleh berbagai jenis pajak yang harus dipenuhi importir. "Waktu barang jastip dijual di dalam negeri, kami sudah otomatis kalah," ujarnya.

Berdasarkan data Bea Cukai, total terdapat 3.395 penindakan barang penumpang pada tahun lalu, meningkat dibandingkan 2022 sebanyak 2.709 penindakan. Potensi kerugian negara dari penindakan ini diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun, naik dibandingkan 2022 sebesar Rp 445 miliar.

Sepanjang tahun ini, sudah terjadi 830 penindakan, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 208 miliar. Bea Cukai mencatat, lima komoditas yang paling banyak masuk dalam daftar penindakan adalah miras, rokok, narkotika, kosmetik, dan uang tunai. 

Bea Cukai Tertibkan Jastip
Bea Cukai Tertibkan Jastip (ANTARA FOTO/UMARUL FARUQ)

Cara Bea Cukai Mencegah Jastip Ilegal

Bisnis jastip sebenarnya tak sepenuhnya ilegal. Barang-barang yang dibeli dapat menjadi legal jika mengikuti prosedur dengan membayar bea masuk dan cukai.

Bea Cukai sebenarnya tidak mengenal istilah jastip. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pihaknya hanya mengatur barang bawaan penumpang menjadi dua kategori yaitu  pribadi atau personal use dan barang nonpribadi atau non personal use.

Personal use adalah barang keperluan pribadi penumpang dalam melakukan perjalanan. Jadi jastip itu masuk dalam kategori non personal use,” ujar Nirwala kepada Katadata.co.id.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203 Tahun 2017 tertulis pembebasan bea masuk barang pribadi penumpang yang diperoleh dari luar negeri yakni sebesar US$ 500 per orang. Kemudian, Permendag Nomor 3 Tahun 2024 menyebut terdapat lima jenis barang bawaan penumpang yang dibatasi jumlahnya muatannya, yakni alat elektronik , alas kaki, barang tekstil, tas serta sepatu.

"Para penumpang hanya dapat membawa barang dengan jumlah maksimal yang ditentukan oleh Permendag Nomor 36 Tahun 2023 dan harganya di bawah US$ 500 per orang," kata dia. 

Mahalnya Biaya Jastip Legal
Mahalnya Biaya Jastip Legal (Katadata/Andrey Rahman Tamatalo)

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar menyebut, penumpang akan dikenakan pembatasan saat masuk jika barang baru yang dibawa penumpang memiliki nilai lebih US$ 500.

Sebagai contoh, jika Nyonya A pulang dari Negara B membawa lima buah tas baru dengan nilai US$ 1.000 per tas. Bea Cukai akan menyita tiga tas lainnya yang tidak sesuai dengan Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

Kemudian dua tas Nyonya A yang lolos, akan dilihat kembali nilainya. Karena dua tas memiliki nilai US$ 2.000, Bea Cukai hanya akan membebaskan bea US$ 500, sedangkan sisa US$ 1.500 lainnya harus membayar bea masuk.

Encep pun juga menjelaskan, Bea Cukai telah memiliki manajemen risiko untuk melakukan ‘penyisiran’ terhadap penumpang yang akan melewati jalur hijau atau jalur merah

Jalur hijau adalah jalur pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang. Sementara jalur merah adalah jalur pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik barang.

“Yang diperiksa ke jalur merah/red line juga sedikit, maksimal 7% dilakukan pemeriksaan jadi lebih dari 90% lolos. Tentu banyak faktor-faktor pemeriksaan, salah satunya kami punya database penumpang,” ujarnya.

Ia menjelaskan, ada beberapa faktor untuk manajemen risiko melakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan melalui database dan media sosial penumpang. “Misalnya gini, datang dari luar negeri sebenernya jalur hijau, tetapi  dari manajemen risiko melihat dari paspor rutin sebulan sekali ke luar negeri, lalu cek media sosialnyasuka menawarkan barangnya, untuk bisnis. Jadi ini jalur merah,” ujarnya.

Bea Cukai pun memiliki beberapa alat pembantu pengecekan seperti x-ray untuk melihat isi barang bawaan penumpang satu per satu tanpa membongkar isi bawaan. “Ketika ada yang mencurigakan, misalnya ada sepatu lima pasang atau membawa narkotika, itu jadi concern kami,” ujarnya.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief, Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement