Pajak Jangan Sampai Menjegal Kami

Ameidyo Daud Nasution
9 Mei 2016, 09:40
Tiket.com
Katadata
Natali Ardianto, Co-Founder dan CTO Tiket.com

Bagaimana persaingan bisnis tiket online?

Kami tidak begitu takut karena kami sendiri yang mengerti industri di Indonesia, kekuatan, kelemahan, serta cara pembayaran seperti apa. Asing itu bermain di pembayaran dengan kartu kredit, kami dengan transfer bank. Kata kuncinya adalah percaya diri karena kita banyak sabotase diri sendiri. Belum memulai tapi mendengarkan orang bilang risiko, jadi kita takut duluan. Padahal kita bisa meski risiko besar.

Bagaimana awal mendirikan usaha ini?

Awalnya 7 co-founder yang tidak kenal satu sama lain. Kami mencari profesonal, sekarang 5 orang dan semua menjalankan bisnis ini profesional. Benar ya benar, salah ya salah, tidak ada yang namanya teman gue.

Siapa saja pesaingnya saat itu?

Dulu ada Gonla (dalam negeri), lalu dari luar negeri ada Agoda. Sekarang Agoda sudah turun di Indonesia karena situs travel lokal mulai naik awareness masyarakat. Metode pembayaran lokal juga menggunakan transfer dari banyak bank, sedangkan mereka (asing) masih mengandalkan pembayaran lewat kartu kredit yang penetrasinya di sini hanya 15 juta pengguna.

Saat ini pesaing siapa saja?

Traveloka, Pegi-pegi, lalu masing-masing maskapai.

Bagaimana menghadapi persaingan itu, termasuk dengan agen offline?

Kalau dalam industri ada istilah kuadran, kami tidak ingin masuk ke kuadran yang sama. Kalau yang lain jual tiket murah, kami mengejar kualitas dan loyalitas. Jadi kami punya segmen berbeda dan tidak saling bunuh-membunuh juga. Ngapain juga kami nyemplung di kolam yang sama.

Kualitas yang seperti apa?

Orang yang suka beli murah itu, yang karakteristik pendapatannya tidak besar. Kami mencari pebisnis atau ibu rumahtangga yang pendapatn rumahtangganya B ke atas. Jadi mampu berbelanja tapi dengan loyalitas yang ditawarkan maka mereka akan balik dan balik lagi karena mendapat keuntungan dari situ. Loyalitas itu reward-nya mulai dari dapat powerbank hingga voucer hipermarket. Hal itu yang tidak ditawarkan kompetitor lain.

Presiden menekankan pentingnya e-commerce melakukan inovasi. Seperti apa bentuknya?

Tidak perlu sampai inovasi karena pasar e-commerce kita masih dalam proses. Proses inovasi dilakukan kalau kita sudah mentok. Tapi sekarang kita belum mentok, masih banyak pasar.

Indonesia ini menempati posisi 10 dunia untuk jumlah pengguna internet. Tapi penetrasi internet hanya 30 persen. Sedangkan Malaysia penetrasinya sudah 70 persen atau Singapura 90 persen. Jadi perlu memaksimalkan penetrasi internet dengan memperkenalkan layanan online. Intinya, yang tadinya layanan offline ke online saja.

Terkait pendanaan, apakah modal ventura sudah cukup untuk mendanai start up?

Pendanaan tidak ada masalah karena kami masih bayi. Start up sendiri ada fasenya dari fase Seed (benih), A, B, dan C. Semua lini harus dipenuhi, misalnya Seed itu di bawah Rp 1 miliar, A itu sudah di atasnya. Mungkin (start up) baru matang 10 atau 20 tahun lagi

Kata kuncinya adalah momentum. Jangan sampai momentum sekarang jadi pudar, karena dulu 2011 dan 2012 e-commerce sempat surut karena tidak ada produk berkualitas dari start up Indonesia.

Kualitasnya seperti apa?

Contohnya dulu itu Koprol diakuisisi Yahoo, lalu semua pada buat (start up). Groupon saja dalam 6 bulan buat 64 kloningan Groupon. Tapi tidak sampai setahun hanya bersisa 12 karena tidak berkualitas. Yang sekarang juga mulai latah, pertama ada Go-Jek, lalu sekarang ada Blujek. Padahal, kata kuncinya adalah kualitas pengembangan produk dan bukan hanya bisa membikin.

Bagaimana dampak ke depan?

Membahayakan, karena kalau investor tertarik investasi (karena dianggap satu sukses) lalu gagal, berarti dia beranggapan susah berinvestasi di Indonesia. Meskipun dalam start up juga katanya 90 persen mengalami kegagalan.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...