Industri Makanan dan Minuman Akan Kembali Normal pada 2022

Pingit Aria
29 November 2020, 09:00
Adhi S. Lukman
Katadata
Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi)

Yang kedua, dengan melakukan efisiensi, baik internal maupun eksternal. Dengan begitu, kami tidak perlu menaikan ahrga jual di tengah daya beli masyarakat yang masih belum normal. Ini juga ditunjang pemerintah dengan tidak menaikkan upah minimum provinsi (UMP), meskipun ada beberapa daerah yang tetap naik.

Ketiga, kami melakukan inovasi produk baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Karena menurut survei, kebanyakan industri makanan minuman  yang berkembang adalah yang selalu mengeluarkan prodk baru untuk memenuhi kebutuhhan konsumennya.

Strategi lain adalah kami berharap bisa berkolaborasi dengan pemerintah untuk meringankan regulasi yang menghambat, mengurangi biaya biaya yang tidak perlu. Ini sangat kita butuhkan di masa pemulihan itu.

Regulasi apa misalnya yang dirasa menghambat?

Yang terkait bahan baku. Industri makanan minuman sendiri sebenernya tidak ingin impor, tapi kenyataannya di dalam negeri tidak ada.

Gula industri, kami masih bergantung impor 100%, garam industri kira-kira 70% masih impor, susu 80% masih impor, sayur dan buah, jus, puree juga sekitar 70% masih impor, perasa dan sebagainya juga 70% masih impor.

Nah, semua ini membutuhkan perizinan dari kementerian terkait yang kadang ada hambatan berulang tiap tahun. Kadang energi kita habis membahas ini, untuk mengajukan permohonan izin untuk bahan baku. Padahal ini penting sekali untuk kepastian usaha.

Salah satu contohnya gula. Saat ini kami kesulitan gula karena stok bahan baku diperkirakan akan habis Januari 2021, sedangkan izin belum diberikan. Padahal, Thailand sebagai pemasok utama kami sekarang sedang kesulitan karena ada masalah panen. Australia juga demikian. Kami harus mencari gula ke brazil, sedangkan proses transaksi, mencari kapal, sampai pengapalan dari sana perlu waktu lebih dari sebulan.

Kalau izin tak segera diberikan, ini akan menjadi masalah karena stok akan habis dalam dua bulan. Sedangkan jika izin diberikan mendadak, industri terpaksa beli di spot market yang harganya pasti lebih mahal.

Beda kalau diberi izin setahun. Kami akan dengan leluasa mencari celah-celah di mana kadang harga bahan baku lebih murah. Dengan begitu, harga jual ke konsumen pun bisa ditekan.

Kami berharap, peraturan pemerintah terkait bahan baku yang sedang dibahas sebagai turunan Undang-Undang Cipta Kerja bisa memberikan solusi.

Anda menyebut Thailand, benarkah negara ini pesaing kita dalam industri makanan dan minuman?

Thailand dan Vietnam. Contohnya ekspor kopi ke Amerika, kita suplainya kalah dengan Thailand, bahkan di bawah Vietnam. Padahal Vietnam dulu belajar tentang kopi ke Indonesia.

Begitu pula beberapa produk lain. Produk tumbuh-tumbuhan, produk biskuit, sereal, dan sebagainya, Vietnam jauh di atas kita.

Sementara itu, konsumsi kopi domestik terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Simak Databoks berikut:

Lalu, apa upaya yang dilakukan untuk mendorong ekspor?

Kadin (Kamar Dagang dan Industri) sudah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, misalnya dengan membuka ‘Gerai Indonesia’. Itu menjadi etalase kita di Brasil dan Amerika Latin. Kemudian di negara lain, Korea, Jepang, kawasan Timur Tengah, kami juga akan melakukan hal yang sama untuk meningkatkan ekspor ke seluruh dunia.

Kemudian, pemerintah telah menjalin kerja sama ekonomi komprehensif dengan Australia (IA-CEPA). Kami sedang mempersiapkan power house concept dengan Australia.

Selama ini kita banyak mengimpor banyak bahan baku dari Australia. Dengan kerja sama ini, bahan baku tersebut akan diolah di Indonesia menjadi produk jadi, didukung oleh inovasi dan teknologi dari Australia, kemudian diekspor kembali ke sana dan ke seluruh dunia dalam rangkaian global value chain. Ini sudah dalam tahap tahap akhir, mudah mudahan bisa segera diimplementasi.

Itu dari sisi ekspor, bagaimana untuk meningkatkan kapasitas produksi di dalam negeri dengan melibatkan petani lokal sebagai pemasok bahan baku?

Dalam Jakarta Food Security Summit atau JFSS 2020 kemarin, yang diangkat Kadin adalah program inclusive closed loop.

Kami terus terang butuh bahan baku, misalnya cabai dan bawang. Inclusive closed loop ini menjadi model bisnis yang bisa menyatukan petani dengan offtaker.

Kami di industri sebagai offtaker, kemudian petani didukung pendanaan bank dan asuransi pertanian, kemudian dibina pemerintah melalui penyuluh. Mereka menghasilkan produk bahan baku yang dibutuhkan oleh offtaker kita di industri makanan dan minuman.

Di satu sisi, industri makanan minuman akan terjamin pasokan bahan bakunya. Di sisi lain, petani mendapat kepastian terkait penjualan hasil panennya.

Dari industri makanan minuman, komoditas apa yang akan disasar dalam skema inclusive closed loop?

Sudah ada beberapa, di antara yang berjalan adalah kentang, cabai, dan bawang merah. Meskipun belum secara masif dipublikasikan, tapi perusahaan-perusahaan sudah menjalankan skema ini.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait