Rencana Pensiun Dini PLTU Butuh Dana Murah

Rezza Aji Pratama
26 September 2022, 17:41
Dadan Kusdiana
Katadata

Kira-kira mekanismenya yang pernah saya lihat di pemaparan Bu Menteri, nanti kan ada perdagangan karbon. Nah, misalnya pajak karbon Rp 30.000 per ton, nanti di perdagangan karbon harganya Rp 50.000. Tahun depan pajak karbonnya naik jadi Rp 50.000.

Jadi tetap dijaga perdagangan karbon akan lebih kompetitif daripada pajak karbon supaya orang bergeser ke situ.

PLTU BERKAPASITAS 2X50 MW DI MORAMO UTARA
PLTU BERKAPASITAS 2X50 MW DI MORAMO UTARA (ANTARA FOTO/Jojon/wsj.)

Idealnya hasil pajak karbon itu digunakan untuk membayar proyek EBT atau bagaimana, Pak?

Namanya pajak tidak bisa ditandai untuk apa. Pajak masuk ke sana [kas negara], nanti ikut aturan-aturan pemanfaatan APBN. Enggak bisa dipakai langsung.

Saat ini sektor industri sedang fokus menurunkan 76% sumber energi mereka yang berasal dari energi kotor, bagaimana Pemerintah mendorong hal tersebut?

Kita sudah duduk bersama dengan Kementerian Perindustrian soal ini. Jadi soal bagaiamana nanti industri menghasilkan produknya, kemudian energinya dari apa, dan konsumsinya berapa. Konsumsinya dari aspek konservasi, kemudian dari produksi, dan dari sisi penyediaan energi. 

Sekarang itu yang kita dorong itu misalnya PLTS Atap meskipun tidak akan bisa mengganti seluruhnya [energi fosil]. PLTS atap bukan energi utama tetapi hanya sebagai tambahan saja.

Nah sekarang bagaimana supaya itu bisa berjalan? Misal di pabrik itu tidak ada sumber panas bumi, PLTA, atau EBT lainnya. Lantas bagaimana caranya? Sekarang kita dorong kalau bangun pabrik baru misalnya, bisa gunakan 100% EBT dari PLN. Bisa juga beli listrik dari tempat lain dari jaringan PLN. Saya bilang mungkin karena secara regulasi sudah ada, tapi kita belum pernah lihat ada contohnya. Itu salah satunya yang kita dorong lewat RUU EBT ini supaya bisa lebih kuat. 

Di sisi lain, sudah banyak beberapa contoh perusahaan memanfaatkan limbah organik sebagai sumber energinya. Kalau dilihat di perusahaan yang basisnya pertanian, menurut saya mereka sudah bukan 73% [bauran energi fosil]. Mungkin sudah kebalilk. Angka 73%-nya mungkin tetap valid, tetapi pemanfaatan EBT-nya mereka udah tinggi. 

Pabrik kertas misalnya, limbahnya itu kan besar, dipakai, dan dibakar kembali. Itu kan biomassa. Atau pabrik yang terkait dengan kelapa sawit atau pabrik-pabrik pangan yang lain, karena limbahnya organik, simpel saja dibakar dalam bentuk biogas atau dipadatkan. Yang agak besar dan cukup sulit, adalah pabrik semen. 

Semen kan energinya besar, sekarang kita sudah ada beberapa contoh di mana batubaranya dicampur dengan sampah kota. Sampahnya dikeringin, kita sebut RDF (Refuse-Derived Fuel). Itu Ini win-win solution: kotanya bersih, kemudian pabrik semen juga bisa menggunakan energi yang lebih bersih.

Terkait PLTS sepertinya targetnya sulit dicapai tahun ini, apa kendalanya secara umum?

PLTS ini sudah berjalan sekitar satu tahun, sejak kita menerbitkan Permen PLTS Atap yang lebih menarik bagi pengguna. Sekarang kita mengalami kendala karena dari sisi PLN memang kurang support. Dalam artian sekarang sedang terjadi kelebihan suplai.

Kita juga dapat komplain dari industri dan masyarakat yang katanya kapasitas pemasangannya dibatasi. Sebetulnya kalau dalam Peraturan Menteri, batas pemasangan itu itu maksimum kapasitas terpasangnya. 

Kita sedang berdiskusi dengan PLN. Kita sepakat yang akan dipakai nanti itu nanti beban dasarnya. PLTS atap itu sebenarnya bukan untuk cari duit, bukan untuk transaksi. Tapi kebijakan yang disusun pemerintah agar masyarakat dapat memasang PLTS dan kualitas listrik di rumah juga tidak terganggu.

Jadi sekarang sepakatnya dengan PLN itu beban dasar. Misalnya kalau di rumah 2.200 Watt, tapi di jam jam tertentu kan enggak sampai segitu. Misalnya nanti hitungannya 1.000 Watt, maka nanti yang boleh dipasang PLTS ya segitu. 

Dengan begitu, isu kelebihan kapasitas PLN tidak akan terganggu. Jadi sekarang akan seperti itu, akan diformalkan dalam bentuk petunjuk teknis. 

Bagaimana mekanisme hitungan beban dasarnya?

Kalau untuk industri, yang konsumen besar mereka pasti punya hitungan itu. Industri hotel pasti punya kurvanya, PLN juga bisa dengan cepat untuk mengetahui. Beban dasar industri mungkin berbeda-beda setiap sektor. Tapi yang ingin cepat kita selesaikan itu rumah tangga.

Nah, ini yang agak rumit karena memang harus dihitung. Kan enggak mungkin kita mengukur satu-satu setiap pelanggan rumah tangga. Nah, nanti dengan PLN kita akan mengambil sampel rumah tangga untuk mengetahui profilnya seperti apa sehingga nanti akan keluar angka persentase. 

Sekarang misalnya ada perusahaan punya gudang, menaikkan kapasitas PLTS yang tinggi padahal pakainya cuma sedikit. Tapi karena atapnya besar, dia bisa pasang PLTS dengan sangat besar. Ini ada tendensi jualan, meski menurut saya jualan listrik dari PLTS itu tidak memungkinkan secara regulasi. PLN juga tidak mau dan aturan sekarang tidak mengizinkan. 

Walau itu hanya masuk ke sana [penyimpanan listrik], nanti di waktu tertentu simpanan harus diambil, kalau enggak diambil akan hilang. Itu yang mungkin kurang dipahami oleh para penggerak, bahwa dengan masang setinggi-tingginya seakan-akan bisa jual, padahal enggak. 

Memang ada sisi yang lain, kalau bisa menyimpan [listrik], malamnya bisa diambil. Kalau untuk rumah tangga mungkin ada pertimbangan ke sana.

Grafik:

Ini akan diimplementasikan tahun ini?

Menurut saya dalam waktu dekat. Mungkin beberapa minggu ke depan.

Ini menjadi kabar baik untuk industri dan rumah tangga?

Terutama rumah tangga. Ini yang kita belum keluar angka beban dasarnya. Jangan-jangan memang cuma 15%. Kita akan lihat

Kalau 15% dari kapasitas terpasang bukankah terlalu kecil?

Sebetulnya bukan urusan kecil besarnya, karena prinsipnya untuk penggunaan sendiri. Tapi saya rasa terlalu kecil juga. Coba kalau 2.200 W dikali 15% kan hanya 300 W. Sekarang satu panel saja bisa menyuplai 500 W. Kan kurang efisien cuma masang satu panel di rumah. Ini harus ada win-win solution. Tapi saya kira ini bisa jadi solusi jangka pendek. Nanti mungkin akan lebih dinamis ketika isu kelebihan kapasitas ini berkurang. 

Bagaimana dengan rencana pensiun PLTU?

Ya, itu kan masuk dalam Perpres. Kita lagi banyak persiapan dengan PLN. Komandannya sih dari Kemenko Marves dan Kemenkeu untuk mekanisme pendanaan. Karena implisit sebetulnya itu harus ada uang gratis ya, terus kita lagi cari-cari. 

Sekarang sih pemahaman kami bahwa nanti akan ada lembaga pendanaan yang membawa dana murah, bukan gratis, sehingga ini bisa mempercepat proses pensiunnya. Jadi bisa pensiun lebih awal tergantung seberapa besar perbedaan pendanaan existing yang sekarang untuk PLTU dengan dana yang baru. 

Jadi kalau dulu misal pinjam uangnya 11%, sekarang ada pendanaan yang lebih murah misal 3%, kan kita ada spread 8% yang dimanfaatkan untuk mempercepat. Tidak menimbulkan dampak keekonomian terhadap apapun, baik harga listrik dan keekonomian dari pembangkit. 

Guna menghitung soal mekanisme perdagangan karbom tentu dibutuhkan carbon cap untuk tiap-tiap industri, siapa yang akan menghitungnya?

Sekarang Kementerian Perindustrian sedang menyiapkan hal tersebut. Sudah ada beberapa angka sih saya lihat. Untuk industri semen misalnya nanti arahnya energi per ton, kira-kira begitu. Jadi aturan itu kan harus bisa berjalan ya, kalau aturan itu ada tapi enggak bisa dimanfaatkan berarti salah tuh pembuat peraturannya. Jadi peraturan harus tetap berjalan, stakeholder tetap bisa hidup di situ, nanti secara bertahap semua itu akan semakin efisien.

Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...