Hidrogen dan Amonia Memiliki Potensi Besar dalam Transisi Energi di RI

Hari Widowati
20 November 2023, 11:30
Akihiro Ondo
Katadata/Bintan Insani
Akihiro Ondo, Managing Director and CEO Mitsubishi Power Asia Pacific Pte. Ltd.

Selain itu, kami memiliki proyek yang bernama Advanced Clean Energy Storage (ACES) Delta di Utah, Amerika Serikat (AS). Proyek ini menggunakan ekses energi dari energi surya dan angin untuk memproduksi hidrogen untuk disimpan di dalam gua garam (salt caves) alami yang berada di dalam tanah.

Proyek ini berada dekat dengan Salt Lake City di Utah, AS. Di sana ada banyak gua garam di dalam tanah, hidrogen diinjeksikan di dalamnya untuk disimpan.

Apakah teknologi yang digunakan untuk menginjeksikan hidrogen ke dalam gua garam ini sama seperti teknologi CCS di mana karbon diinjeksikan ke dalam saline equifer?

Kami menggunakan kompresor untuk menginjeksikan hidrogen ke dalam tanah. Hidrogen yang tersimpan akan digunakan di PLTGU yang akan beroperasi pada 2025 dengan porsi co-firing hidrogen 30%. Porsi co-firing akan ditingkatkan menjadi 50% dan akhirnya menjadi 100% pada 2040. Ini merupakan proyek yang berkelanjutan.

Kami juga menerima order dari Singapura sebanyak empat unit turbin gas untuk Keppel Infrastructure, Sembcorp Industry, dan Meranti Power yang dimiliki oleh pemerintah Singapura. Keempat unit turbin gas tersebut akan bisa membakar hidrogen 30% pada saat COD pada 2025/2026.

Apakah Mitsubishi sudah memiliki proyek atau kerja sama yang berjalan dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia, bisa dijelaskan progresnya?

Kami juga terlibat dalam feasibility studies (studi kelayakan) untuk PLN Group. Yang pertama, feasibility study dengan PLN Indonesia Power untuk co-firing hidrogen di PLTGU Muara Karang. Kedua, fesibility study dengan PLN EP untuk co-firing di Tanjung Priok.

Kami percaya yang paling penting dalam transisi energi adalah kolaborasi pemerintah dan swasta. Untuk meminimalisasi biaya dari proyek ini, kami ingin mendorong kerja sama antarpemerintah dalam Asia Zero Emission Community (AZEC) dan Just Energy Transition Partnership (JETP). Kerja sama ini juga akan menunjukkan bahwa co-firing amonia dan hidrogen untuk pembangkit bisa menjadi opsi dalam transisi energi.

Kami juga memiliki nota kesepahaman (MoU) dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan PLN. Studi kelayakan sudah kami selesaikan pada 2020. Kami juga memiliki joint reseach and development (R&D) untuk combustion yang akan kami lanjutkan dengan studi kelayakan co-firing amonia dan biomassa.

Kami akan terapkan hasil feasibility studies itu di pembangkit PLN yang sudah ada. Kami juga menerbitkan policy recommendation untuk co-firing biomass dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah ada saat ini.

Dalam hal efisiensi, mana yang lebih baik apakah amonia atau biomassa untuk co-firing?

Kami masih mengevaluasi dari setiap co-firing amonia maupun biomassa. Kami akan menentukan kriterianya. Hal ini tergantung pada rantai pasok (supply chain), kebutuhan setiap konsumen juga berbeda.

Untuk beberapa konsumen, co-firing biomassa akan lebih ekonomis jika pasokannya stabil dan banyak sehingga bisa lebih murah. Adapun co-firing amonia lebih cocok untuk konsumen yang membutuhkan transportasi jarak jauh.

Banyak jenis biomassa yang kami pelajari, termasuk penggunaan wood chips, wood pellets, pada dasarnya kita bisa menerapkan banyak jenis biomassa.

Apakah Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pengembangan hidrogen dan mungkin bisa membangun fasilitas seperti Takasago Park di Jepang?

Indonesia memiliki potensi yang besar karena pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pertumbuhan permintaan listrik juga terus meningkat. Kita bisa melakukan co-firing di PLTGU dengan efisiensi yang tinggi. Porsi co-firing hidrogen saat ini di PLTGU sudah mencapai 30% kemudian secara bertahap bisa kita tingkatkan rasionya menjadi 100%.

Kalau misalnya ada banyak solar photovoltaic (PV) yang dibangun dan ada ekses energi yang tidak bisa masuk grid, kelebihan energi ini bisa digunakan untuk menghasilkan hidrogen.

Dengan beberapa teknologi, seperti co-firing hidrogen dan amonia yang bisa ditingkatkan skalanya, kemudian CCS dan geothermal, ditambah dengan sinergi dengan Mitsubishi Power dan Mitsubishi Heavy Industries, Indonesia bisa mendapatkan solusi yang paling realistis dalam transisi energi. Tentu saja hal ini akan disesuaikan dengan kondisi pembangkit dan lokasinya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...