Defisit Pertamina, Pakar Kebijakan: Cari Sumber Pengganti Impor BBM

Intan Nirmala Sari
21 Mei 2022, 14:31
Pertamina, minyak, harga minyak, BBM
Arief Kamaludin|KATADATA

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat MPP menilai kondisi keuangan perusahaan minyak negara, Pertamina berisiko menyebabkan krisis. Hal itu mengacu pada kondisi keuangan salah satu Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, yang tengah defisit cukup dalam. 

Untuk itu, Achmad mendorong manajemen Pertamina dan pemerintah untuk lebih kreatif menentukan strategi dalam menekan defisit perusahaan. Kondisi Pertamina saat ini, dinilai dalam keadaan krisis, serta tidak kreatifnya Manajemen Pertamina dalam memanfaatkan tren kenaikan harga minyak mentah dunia.

"Bila jajaran komisaris dan direksi Pertamina kreatif, maka seharusnya Pertamina melakukan strategi lain di luar dari mengharapkan penerimaan dari negara," kata Achmad dalam keterangan resminya, Sabtu (21/5).

Sebelumnya, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani membuka kondisi arus kas Pertamina tanpa didampingi Menteri BUMN Erick Thohir. Defisit Pertamina diprediksi mencapai Rp 190 triliun sepanjang 2022. Sementara defisit 2021 lalu mencapai Rp 109 triliun belum dibayarkan pemerintah. Adapun total tagihan Pertamina kepada Pemerintah mencapai Rp 299 triliun hingga Desember 2022.

Sri Mulyani menjelaskan defisit Pertamina bisa mencapai US$ 12,98 miliar atau setara Rp 190,8 triliun (kurs Rp14.700 per dolar AS) pada akhir tahun ini, karena terdampak kenaikan harga minyak mentah dunia.

SMI menjelaskan proyeksi ini didapat dari arus kas Pertamina yang sudah defisit US$2,44 miliar atau Rp35,86 triliun per Maret 2022. Defisit terjadi karena ketika harga minyak mentah dunia naik, Pertamina tidak langsung menaikkan harga BBM di dalam negeri.

Pertamina diketahui menanggung negative carry atau selisih lebar antara harga jual eceran (HJE) dan harga keekonomian BBM, sejak tahun 2021. Alhasil, tahun lalu perusahaan BUMN tersebut mengalami kondisi keuangan constantly negative. 

Menurut dia, sejauh ini kinerja manajemen Pertamina tidak cukup solutif menyelesaikan masalah defisit sejak 2021 lalu. Di sisi lain, masyarakat mengetahui lesunya kinerja Pertamina karena harga Crude Oil di atas dari asumsi menjadi lebih dari US$ 100 per barel yang tadinya diasumsikan US$ 63 per barel.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...