Biografi Pangeran Diponegoro, Pahlawan dari Tanah Jawa

Annisa Fianni Sisma
22 April 2024, 11:00
Ilustrasi, patung Pangeran Diponegoro.
Dok. Forum Kajian Antropologi Indonesia
Ilustrasi, patung Pangeran Diponegoro.

Dari pernikahan-pernikahan tersebut, Diponegoro memiliki 12 putra dan lima putri, yang keturunannya tersebar di berbagai belahan dunia.

Perang Diponegoro (1825–1830)

Sejarah Singkat Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro (encyclopedia.jakarta-tourism.go.id)

Perang Diponegoro dimulai saat pemerintah kolonial Belanda memasang patok-patok di tanah milik Diponegoro di Desa Tegalrejo, yang dipicu oleh eksploitasi rakyat dengan pajak tinggi dan tindakan tidak menghargai adat istiadat setempat. Diponegoro memimpin perlawanan karena ingin membebaskan rakyat miskin dari sistem pajak Belanda dan menentang penolakan untuk menjadi raja.

Perlawanannya mendapat dukungan luas dari rakyat, dan Dia menyatakan perlawanan ini sebagai "perang salib", mempengaruhi wilayah Pacitan dan Kedu serta meliputi berbagai daerah di Jawa seperti Yogyakarta, Kedu, Bagelen, Surakarta, Banyumas, Wonosobo, dan Surabaya.

Bagi Belanda, Perang Diponegoro merupakan pertempuran terbuka yang melibatkan berbagai jenis pasukan, termasuk infanteri, kavaleri, dan artileri, yang merupakan senjata andalan sejak Perang Napoleon. Pertempuran terjadi di berbagai desa dan kota di Jawa dengan intensitas yang tinggi, di mana kontrol wilayah sering berubah tangan antara pasukan Belanda dan pribumi.

Untuk mendukung perang, jalur logistik dibangun untuk mengirim pasokan antar wilayah. Kilang mesiu didirikan di hutan dan lembah untuk memastikan pasokan senjata terus berjalan. Telik sandi dan kurir bekerja keras untuk mengumpulkan dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan strategi perang.

Pada puncak perang tahun 1827, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 tentara, jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah semacam Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Perang ini mencakup berbagai metode perang modern, termasuk pertempuran terbuka dan gerilya, dengan taktik hit and run serta pengadangan menjadi strategi yang umum digunakan.

Perang ini bukanlah perang antar-suku, melainkan pertempuran modern yang menggunakan strategi baru. Belanda memanfaatkan taktik psywar, seperti insinuasi dan tekanan terhadap para pejuang, serta provokasi terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran. Selain itu, keduanya saling melakukan kegiatan telik sandi untuk mengumpulkan informasi tentang kekuatan dan kelemahan lawan.

Belanda juga menggunakan cara licik untuk menangkap Diponegoro, bahkan mengumumkan hadiah besar bagi siapa pun yang berhasil menangkapnya. Ketika Gubernur Jenderal De Kock mengambil alih pada tahun 1827, strategi Belanda berubah. Mereka membangun benteng dengan kawat berduri setelah merebut wilayah Diponegoro, membatasi ruang geraknya.

Perlawanan Pangeran Diponegoro mulai melemah setelah beberapa pemimpin pemberontakan ditangkap, diikuti oleh kesulitan finansial dan penangkapan keluarganya pada tahun 1829.

 

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...