Selain Toba Pulp, APRIL Diduga Permak Data Ekspor Pulp ke Tiongkok

Image title
3 November 2020, 15:07
Sukanto Tanoto, APRIL, ekspor
Katadata
Ilustrasi pabrik pengolahan pulp di Sumatera Utara. Perusahaan pengolah pulp yakni Asia Pacific Resources International Holdings (APRIL Group) distuding melakukan permak data ekspor pulp larut.

Praktik permak data ekspor bubur kayu diduga dilakukan kelompok usaha  milik konglomerat Sukanto Tanoto. Lembaga Forum Pajak Berkeadilan menemukan dugaan Asia Pacific Resources International Holdings (APRIL Group) melakukan praktik tersebut. Temuan ini tindak lanjut dari laporan investigasi tim Indonesialeaks  pada Februari lalu.

Tim Indonesialeaks menemukan dugaan perusahaan Grup Sukanto Tanoto, Toba Pulp Lestari Tbk. , memanipulasi dokumen pencatatan ekspor dissolving woods atau pulp larut pada periode 2007-2016.  Toba Pulp diduga menjual pulp larut ke perusahaan terafiliasi di bawah bendera Grup Sukanto Tanoto yakni DP Macao dan Sateri Holdings Limited.

Namun, penjualan itu diduga tak pernah dilaporkan ke Bea Cukai. Temuan Tim Indonesialeaks tersebut dilaporkan dalam: Investigasi: Akal-akalan Toba Pulp Melipat Untung Ekspor Bubur Kayu

Nah, dalam laporan yang dirilis Forum Pajak Berkeadilan dengan judul Mesin Uang Makau: Dugaan Pengalihan Keuntungan dan Kebocoran Pajak pada Ekspor Pulp Indonesia, pada Selasa (3/11) menyebutkan modus yang hampir sama disinyalir dilakukan APRIL pada 2016 - 2018. Praktik ini diduga setelah Toba Pulp menghentikan dugaan manipulasi pencatatan ekspor pulp larut.

“Pada waktu berdekatan, pabrik pulp lain yang jauh lebih besar tampak mulai menggunakan praktik pengalihan keuntungan serupa,” tulis laporan tertulis Forum Pajak Berkeadilan, Selasa (3/11).

Dalam dokumen yang dirilis Rainforest, pemasok terbesar Sateri di Tiongkok,  menyebutkan pada periode audit Januari-Oktober mendapatkan pasokan dissolving woods dari pabrik APRIL di Pangkalan Kerinci, Riau.  Namun, APRIL tak pernah menyampaikan pengumuman publik bahwa mereka telah memproduksi pulp larut atau Kode HS dissolving woods di periode tersebut.

Dari dokumen data perdagangan, APRIL diperkirakan mengekspor sekitar 800 ribu ton pulp larut sepanjang 2016–2018. Sebagian besar pulp larut itu diekspor ke pabrik terafiliasi di Tiongkok. Namun, ekspor pulp larut dengan kode HS 470200 oleh APRIL tak pernah tercatat di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik dan UN Comtrade, menunjukkan ekspor dissolving woods RI ke Tiongkok sepanjang 2016 tercatat hanya 2 ton. Namun otoritas Negeri Panda mencatatkan angka impor dari Indonesia sebanyak 230.546 ton.

Ketidakcocokan angka ekspor komoditas tersebut terulang setahun kemudian. Otoritas RI mencatatkan ekspor dissolving woods mencapai 120.745 ton pada 2017. Adapun Tiongkok mencatatkan angka impor dissolving woods dari Indonesia sebesar 385.708 ton.

Angkanya semakin besar pada 2018. RI melaporkan volume ekspor dissolving woods 137.926 ton, berbanding 573.727 ton yang dilaporkan Tiongkok. Namun, Toba Pulp tak pernah memproduksi dissolving woods sebesar itu.

Dari data BPS, ekspor komoditas ini dari Pelabuhan Belawan pada 2017 sebesar 140.410 ton dan 86% di antaranya menuju Tiongkok. Pelabuhan ini merupakan fasilitas yang digunakan Toba Pulp untuk melakukan ekspor. Begitu pula tahun 2018, ekspor dissolving woods dari Belawan hanya mencapai 137.926 ton.

Pada Maret 2017, Toba Pulp mengumumkan bahwa mereka mengalihkan produksi ke dissolving woods dan mengekspor ke Tiongkok sebulan kemudian. Pada tahun yang sama, selisih angka ekspor dan impor dissolving woods antara RI dan Tiongkok mencapai 216.186 ton atau 90% dari produksi bubur kertas APRIL.

Begitu pula tahun 2018,  selisih impor dan ekspor bubur kertas kedua negara mencapai 573.727 atau setara 87% produksi pulp larut APRIL yakni 500 ribu ton. Sedangkan pada Januari 2019, APRIL diduga telah melaporkan ekspor pulp larut dengan kode HS 470200.

Lalu berapa potensi selisih biaya dugaan ketidakcocokan ekspor tersebut ? Dari data perdagangan resmi RI, rata-rata pulp kertas dari Pelabuhan Buatan ke Tiongkok senilai US$ 417 per ton tahun 2016, US$ 458 per ton tahun 2017, dan US$ 547 per ton pada 2018.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...