Bukan Pesaing, Kami Pelengkap Pertamina

Arnold Sirait
30 Mei 2017, 15:16
Tumbur Saka
Dok. Pribadi

Berbagai persoalan tengah membelit industri hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia sehingga investasinya cenderung lesu. Kondisi ini juga dirasakan oleh perusahaan lokal seperti PT Saka Energi Indonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang baru berdiri tahun 2011.

Direktur Utama Saka Energi Tumbur Parlindungan mengidentifikasi faktor-faktor penghambat investasi migas di Indonesia. “Tidak perlu izin yang banyak tapi harus ikuti compliance aturan mainnya,” katanya dalam wawancara khusus dengan wartawan Katadata, Arnold Sirait, di sela-sela acara IPA Convex, 18 Mei lalu.

Advertisement

Meski begitu, Saka tetap memacu ekspansi usahanya. Yang terbaru, perusahaan ini membeli 26,25 persen hak kelola BP Indonesia di Blok Sanga-sanga. Padahal, kontrak blok di Kalimantan Timur itu akan berakhir tahun depan dan pengelolaannya diserahkan kepada PT Pertamina (Persero).

Apa yang melatari aksi korporasi tersebut? Berikut petikan wawancara dengan Tumbur yang bulan Mei ini genap setahun memimpin Saka Energi.

Apakah bisnis hulu migas di Indonesia sudah tidak menarik bagi investor?

Bukan tidak menarik, mereka sangat tertarik untuk investasi di Indonesia karena resources-nya besar. Cuma proses untuk investasinya yang membuat mereka belum melakukan investasi.

Contohnya, kita di Indonesia masih buat perizinan. Di Amerika Serikat (AS), bukan permit tapi compliance. Mereka mengikuti aturan, begitu tidak ikut aturan maka kena pinalti. Di sini permit banyak, tapi kalau tidak ikut aturan maka tidak kena pinalti.

Contohnya kebakaran di sawit, mereka izinnya jalan. Begitu kebakaran, tidak ada yang kena pinalti. Harusnya dibalik, tidak perlu permit tapi ikuti compliance aturan main di sini. Begitu melanggar kena pinalti yang besar. Cara itu akan mempercepat proses. Selama ini tidak seperti itu, mengurus perizinan saja ratusan.

Apa kendala lainnya?

Kedua, selama ini tidak ada timeline (batasan waktu pengurusan izin). Dikurangi (jumlah izinnya) tapi waktu pengurusannya masih dua tahun, sama saja bohong. Yang jadi masalah bukan izinnya dikurangi tapi timeline-nya. Dengan batasan waktu, mereka (investor) bisa mengatur waktu akan investasi.

Itu yang jadi masalah, selain rezim fiskal. Rezim fiskal itu perhitungan keekonomian lapangan masing-masing. Saya tidak bisa komentar gross split, PSC (kontrak bagi hasil), dan lain-lain karena itu tergantung lapangannya.

Benarkah salah satu rendahnya investasi hulu migas di Indonesia karena harga minyak seperti dinyatakan pemerintah?

Harga minyak itu berpengaruh. Tapi kalau keekonomiannya lebih bagus di negara lain dengan harga minyak sekarang maka dia akan pindah ke negara lain. Namanya juga investor itu pedagang, dia cari untung yang banyak.

Jadi, harga minyak itu salah satu indikatornya. Selain itu, terkait rezim fiskal seperti gross split atau PSC. Baru kemudian lihat faktor lain, izinnya berapa lama, cadangannya berapa besar serta kemudahan berbisnis.

Bagaimana mengenai masalah pajak?

Jangan berubah-ubah harus sesuai dengan kontrak. Begitu kontrak sudah didesain, jangan diubah lagi di tengah jalan. Jadi kita sudah hitung dari awal.

Bagaimana skema baru gross split terhadap minat berinvestasi?

Gross split itu akan atraktif untuk daerah yang sudah ada fasilitas produksi dan infrastrukturnya. Tapi kalau di daerah yang belum ada infrastrukturnya, itu sulit untuk gross split. Kecuali pemerintah mau membangun infrastrukturnya.

Apakah akan menarik kalau diterapkan di lapangan milik Saka?

Kalau sekarang PSC. Tapi kalau fasilitasnya sudah jadi, lebih menarik. Jadi lapangan eksplorasi, di sampingnya ada lapangan yang produksi yang sudah ada fasilitas kita pakai. Nah, itu menarik. Tapi kalau dari nol merintisnya, itu repot.

Ada ketertarikan kontrak blok yang sudah berproduksi ganti ke skema gross split?

Kalau yang sekarang tidak.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement