Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, Alot dan Berujung Kontroversi

Rizky Alika
14 Oktober 2020, 05:50
omnibus law, cipta kerja, buruh, uu cipta kerja, serikat pekerja, demonstrasi
Maryna Bolsunova/123rf

Keluarnya Undang-undang (UU) Cipta Kerja masih mengundang polemik hingga saat ini. Salah satu yang menjadi sorotan adalah klaster ketenagakerjaan yang sudah alot sejak dalam pembahasan.

Bab Ketenagakerjaan ini merupakan salah satu yang menjadi kritik banyak pihak, termasuk buruh. Mereka mengkritisi beberapa hal terkait pengupahan, hak cuti, hingga pesangon yang dianggap tak sesuai saat pembahasan.

Alotnya pembahasan juga diakui oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Apalagi pemerintah harus mengakomodasi kemauan buruh hingga pengusaha untuk masuk dalam aturan sapu jagat ini.

Pemerintah pun sempat menarik klaster ketenagakerjaan keluar dari Rancangan UU (RUU) Cipta Kerja. “Klaster ketenagakerjaan mengalami proses yang cukup panjang, terutama ketika penundaan,” kata ida dalam konferensi pers virtual, Selasa (13/10).

Pembahasan mulai alot ketika Presiden Joko Widodo meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan pada 24 April 2020. Keputusan ini diambil agar pemerintah memiliki waktu lebih banyak untuk mengkaji substansi berbagai pasal dalam klaster ketenagakerjaan.

Buruh juga beranggapan penolakan saat itu lantaran pemerintah belum sepenuhnya menggandeng mereka untuk berdiskusi. Selain itu mereka mulai mendengar kabar tentang substansi aturan yang dianggap meresahkan seperti ‘mudah rekrut, mudah pecat’. Sejumlah serikat pekerja saat itu juga mengancam turun ke jalan apabila pembahasan berlanjut.

“Kami menolak karena draf belum terlihat tapi pernyataan pejabat seperti itu,” kata Ketua Bidang Media dan Komunikasi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar Cahyono kepada Katadata.co.id, Selasa (13/10).

Pembahasan di tingkat teknis tripartit lalu berlanjut pada awal Agustus antara Kemenaker, pengusaha, serta serikat pekerja. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit mengatakan pembahasan belum memasuki substansi.

Namun pada rapat hari kedua, serikat pekerja mempertanyakan format rapat apakah berbentuk perundingan atau pembahasan. Buruh juga ingin rapat tripartit mencakup perundingan, seperti dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). "'Kalau hanya pembahasan, dia (serikat pekerja) mengatakan percuma ikut rapat," ujar Anton kepada Katadata.co.id.

Buntut mentoknya pembahasan, tiga serikat pekerja yakni KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), serta  Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo) keluar dari tim teknis.

Buruh beralasan bahwa tim tak memiliki kewenangan ambil keputusan karena dipimpin pejabat setingkat Direktur. Tiga alasan lainnya adalah pengusaha mengembalikan RUU usulan buruh, tak ada rekomendasi, dan ada dugaan pembahasan RUU Cipta Kerja dipercepat.

“Tripartit bukan hanya tukang stempel atau alat legitimasi yang mendengar masukan saja,” kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Anton mengatakan setelah beberapa serikat mundur, rapat tripartit tetap berlanjut meski berlangsung alot. Dia juga menambahkan kepentingan dan ketidaksepahaman dua pihak tetap berlanjut dalam rapat tersebut.

Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) merupakan salah satu konfederasi buruh yang memilih bertahan di dalam rapat tripartit. Presiden Dewan Eksekutif Nasional (DEN) KSBSI Elly Rosita Silaban mengatakan, rapat tersebut memang tidak akan menciptakan kesepakatan seperti dalam perundingan PKB.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...