Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, Alot dan Berujung Kontroversi

Rizky Alika
14 Oktober 2020, 05:50
omnibus law, cipta kerja, buruh, uu cipta kerja, serikat pekerja, demonstrasi
Maryna Bolsunova/123rf

Meski demikian KSBSI bertahan dengan harapan hasil rapat tripartit dapat dibawa ke meja dewan. "Kami berharap apa yang didiskusikan di situ akan dibawa ke rapat DPR," ujar dia.

Sedangkan Ida membantah bahwa forum tripartit merupakan formalitas atau basa-basi. Dia mengklaim hasil perundingan tiga pihak yang akhirnya diadopsi ke dalam aturan mencapai 95%. “Di situ kemampuan take and give keduanya (buruh dan pengusaha) diperlukan,” katanya.

DPR Jalan Terakhir

Tak patah arang, tanggal 11 Agustus buruh lalu bertemu dengan DPR untuk membentuk Tim Bersama Serikat Pekerja dan Panja Badan Legislasi RUU Cipta Kerja. Kahar mengatakan buruh bersepakat dengan dewan mengenai empat kesepahaman dalam klaster ketenagakerjaan.

Pertama, tak ada Pasal-pasal dalam UU Nomor 13 yang telah diuji materi masuk dalam aturan baru. Kedua, soal pidana bagi pengusaha tetap mengacu kepada UU 13. Ketiga, hal yang belum diatur UU lama khususnya bagi industri adaptif akan masuk di RUU Cipta Kerja. Keempat, poin-poin krusial ketenagakerjaan akan masuk Daftar Inventarisir Masalah tiap fraksi. “Bung Iqbal menyebutnya DPR adalah benteng terakhir kami,” kata Kahar.

Selain KSPI, Beberapa serikat pekerja seperti Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani, KSPSI Yorrys Raweyai, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) 98’, forum guru, dan tenaga honorer masuk dalam tim.

Tim perumus sempat menggelar persamuhan pada 20-21 Agustus di Hotel Mulia Jakarta. Saat itu, para buruh mengusulkan pemerintah menghapus klaster ketenagakerjaan. DPR pun memasukkan tuntutan pekerja dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Selanjutnya, pada 28 Agustus, DPR menggelat rapat dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kadin. Saat itu, dewan menilai masukan dari keduanya positif. Hanya saja, komunikasi antara pengusaha dan buruh perlu ditingkatkan.

Tanggal 31 Agustus, DPR mengatakan aturan sapu jagat ini sudah memasuki Bab III yaitu Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha. Sementara dewan dan pemerintah akan terus mencari jalan tengah penyelesaian klaster rumit ini.

Pada rapat terakhir yang digelar di sebuah hotel di Serpong, Tangerang Selatan tanggal 27 September, barulah buruh tahu beberapa poin seperti batasan pekerja kontrak, alih daya, hingga sektoral hilang. 

Usai mengetahui hal tersebut, buruh lalu menginstruksikan mogok nasional. “Kami anggap DPR dan Baleg tak cukup maksimal memperjuangkan aspirasi buruh,” kata Kahar. Satu hari setelahnya, Senin (28/10), klaster ketenagakerjaan diketok Baleg.

Meski demikian, DPR mengklaim tetap mengakomodir kemauan buruh dalam aturan sapu jagat tersebut. Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan ketentuan Pasal 79 (cuti), 88a (pengupahan), dan 154 (PHK) dalam UU Cipta Kerja tak mengubah substansi dari UU Ketenagakerjaan.

Begitu pula ketentuan Pasal 161 sampai 172 Cipta Kerja yang mengatur hak pekerja dalam PHK tetap diakomodir dalam Pasal 154. “Diputuskan kembali ke aturan existing,” kata Supratman dalam konferensi pers, Selasa (13/10).

Pemerintah juga akan merumuskan aturan turunan UU Cipta Kerja lewat tiga Peraturan Pemerintah (PP) yakni Pelaksanaan Ketenagakerjaan, Pengupahan, dan Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Ida mengatakan, proses tersebut akan dilakukan secara transparan.

"Sebagai prinsip transparansi dan keterbukaaan dalam penyusunan RPP ini, pemerintah sangat terbuka," kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...