Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA) berharap pemerintah dapat memaksimalkan potensi batu bara sembari mengupayakan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif IMA, Djoko Widajatno, menyebut batu bara bakal menjadi sumber energi primer sekalipun pemerintah menargetkan Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060.
"Batu bara akan tetap eksis dengan bantuan teknologi yang menghasilkan energi bersih tanpa meninggalkan energi fosil," ujarnya dalam Webminar Bedah Buku Tambang Transformatif oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara pada Senin (26/9).
Selain menggunakan teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilizaton and storage (CCUS) untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan PLTU, eksistensi batu bara dalam bauran energi di Indonesia bisa dikembangkan melalui ekspansi teknologi gasifikasi.
"Teknologi akan menjawab ini. Ini tantangan bagi teman-teman yang sedang meneliti. Bukan hanya dengan menggunakan CCUS tapi juga hilirisasi batu bara untuk mengurangi gas efek rumah kaca dan emisi CO2," kata Djoko.
Industri pertambangan telah berkontribusi terhadap pendapatan negara dalam APBN. Menurutnya, setidaknya 37% penghasilan perusahaan pertambangan telah disetorkan ke negara dalam bentuk royalti maupun pajak.
"Mengapa sibuk dengan mencari pinjaman untuk EBT dan sebagaimana, kita menjadi paranoid seperti itu. Ini bisa diatasi oleh teman-teman yang sedang mencari bentuk energi bersih dan terbarukan lewat batu bara untuk mengangkat gas rumah kaca dan emisi CO2," sambung Djoko.
Direktur Pembinaan Pengusaha Batu Bara, Lana Saria, mengatakan Indonesia mau tidak mau harus ikut dalam proyek transisi energi global sampai menghentikan penggunaan batu bara pada tahun 2060.
"Mulai tahun ini, kita sudah tidak boleh membangun PLTU batu bara baru, dan kemudian mulai tahun 2035 kita akan menurunkan produksi batu bara," ujar Lana. "Dalam menuju NZE 2060, pemerintah bakal menggunakan teknologi CCUS dan menggunakan campuran biomassa sebagai bahan bakar campuran energi fosil."
Pemerintah juga mewajibkan beberapa Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) untuk melaksanakan program hilirisasi sebagai syarat perpanjangan kontrak.
"Kita tidak hanya mengandalkan CCUS namun juga mencoba dengan biomassa walau masih menggunakan batu bara, tantanganya berupa dari mana sumbernya," ujar Lana.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden energi baru dan terbarukan. Melalui aturan itu, Jokowi mengatur harga beli, insentif, hingga larangan pengembangan PLTU Batu Bara.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Aturan ini berlaku mulai 13 September 2022.
Namun demikian, Jokowi memberi pengecualian pada sejumlah PLTU untuk tetap dikembangkan. Dalam Pasal 3 ayat (4), berikut PLTU yang masih mendapatkan izin untuk dikembangkan:
- PLTU yang ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Perpres ini
- PLTU yang terintegrasi dengan industri dan dibangun untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam
- PLTU yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional.
- PLTU yang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca minimal 35% dalam janga sepuluh tahun sejak beroperasi. Pengurangan tersebut dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan.
- Pengecualian pengembangan PLTU baru juga berlaku untuk PLTU yang beroperasi paling lama sampai dengan 2050.