1001 Cara Berbisnis Kuliner Secara Online di Masa Pandemi

shutterstock
Ilustrasi, platform pesan-antar makanan
Penulis: Desy Setyowati
2/11/2020, 08.00 WIB

Biaya layanan cloud kitchen dinilai lebih murah, karena perusahaan bisa mencari tempat yang biaya sewanya murah, tetapi potensi pembelinya tinggi. Kedua decacorn juga dapat mengandalkan insight dari data yang dimiliki untuk mengkaji jenis kuliner apa yang diminati oleh konsumen sekitar.

Selain startup, raksasa teknologi global untuk menciptakan fitur baru yang sesuai dengan perubahan perilaku konsumen. Anak usaha Facebook, Instagram misalnya, menyediakan stiker ‘Pesanan Makananan’ pada Instagram Stories. Ketika diklik, konsumen akan diberi pilihan mitra pengantaran yakni GoFood dan GrabFood.

Google juga mengembangkan fitur baru pada Google Maps, yang memungkinkan pengguna memesan makanan dan mengambilnya langsung ke restoran (take out) atau lewat jasa pengiriman (delivery). Layanan ini tersedia pada bagian atas layar platform.

Jika mengetuk ‘takeout’, pengguna akan melihat restoran yang dicatat oleh Google menyediakan layanan pesan makanan dengan mengambilnya langsung di toko. Begitu juga ketika mengetuk ‘pengiriman’.

Pengusaha makanan Juraida di Mataram, Lombok, merasakan manfaat dari platform Google Bisnisku. Bisnis makanannya yang sepi selama pandemi membuat Ida beralih membuat kue. Ida pun mengubah nama tokonya di platform Google Bisnisku dari ‘Warung Makan Bu Ida’ menjadi ‘Bingka Kentang Lombok’.

Ida membuat business site gratis dengan mencantumkan informasi bisnis dan banyak foto agar tampilan tokonya lebih menarik. Ia juga melayani pengiriman gratis untuk wilayah sekitar Mataram menggunakan sepeda motor.

“Kini, para pelanggan menghubungi saya lewat online dan selalu order berulang. Selain mendapatkan pelanggan tetap dari online, saya sudah kembali berjualan offline di Pasar Gunung Sari, Lombok Barat.”

Penerapan New Normal di Restoran (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Tips Berbisnis Kuliner Online di Masa Pandemi

Direktur Indofood Sukses Makmur Axton Salim mengatakan tiga tren yang tercipta saat pandemi corona, salah satunya penerapan standar protokol kesehatan. “Dulu mungkin orang tetap mau beli makanan meskipun keamanannya meragukan, asal enak. Sekarang, mereka pikir-pikir lagi. Ini isu utama,” katanya saat wawancara online oleh FoodStartup Indonesia, Mei lalu (19/5) lalu.

Oleh karena itu, pelaku usaha kuliner dinilai perlu memberitahukan proses pembuatan hingga pengiriman produk melalui media sosial. Ini untuk memberikan kepastian kepada calon konsumen bahwa keamanan makanan dan minuman terjaga.

Dua tren lainnya yakni kuliner sehat, dan frozen food. Selain itu, ia menemukan hal menarik berupa sejumlah produk kuliner yang digabung menjadi satu dalam bingkisan atau hampers. “Ini ide yang bagus,” katanya.

Meski begitu, pebisnis harus memahami tujuan objektif dari usahanya terlebih dulu. “Kalau sudah tahu apa yang mau dicapai, kreativitas (dari sisi menu dan lainnya) akan lebih mudah,” ujar dia.

Sedangkan Chef Arnold Poernomo mengatakan, pengusaha kuliner mau tidak mau harus mendigitalisasikan bisnisnya saat pandemi Covid-19. “Ini untuk melayani konsumen yang beraktivitas di rumah,” kata dia saat konferensi pers GoFood pada Juni lalu (29/6).

Setelah bergabung dengan platform pesan-antar makanan, pebisnis bisa mengikuti program promosi untuk menarik konsumen. Selain itu, berinovasi dari sisi produk dengan menyediakan makanan beku. “Promosi bisa nol kok modalnya. Dengan menawarkan ke orang terdekat,” ujar dia.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan, Cindy Mutia Annur