Fintech Pembiayaan dan Bank Makin Mesra saat Pandemi Corona

Jakub Jirsak/123rf
Ilustrasi
Penulis: Desy Setyowati
20/11/2020, 17.43 WIB

Namun, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sempat mendorong bank-bank kecil untuk menggandeng fintech, pada Juli lalu. Selain itu, perbankan dinilai perlu menggaet startup sektor ini untuk menjangkau konsumen di daerah, sehingga tidak perlu membuka kantor cabang.

Akan tetapi, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta menyatakan akan merekomendasikan fintech pilihan kepada perbankan. Ini karena 20% pemain di sektor ini menguasai pangsa pasar. “Yang lain kontribusinya terbatas,” kata dia saat saat mengikuti acara pemilihan ketua AFPI yang baru, September lalu (30/9).

Selain itu, menyeleksi fintech lending yang memiliki kriteria sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah (pemda). “Ini karena ada dana pemerintah (terkait program PEN),” kata dia.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira Adhinegara sepakat bahwa bank harus selektif menggandeng fintech pembiayaan. “Ini karena banyak yang masuk sektor konsumsi. Ke depan kredit macetnya bisa naik tinggi,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (20/11).

Sedangkan terkait melonjaknya kolaborasi fintech pinjaman dan bank, karena beberapa faktor. Pertama, banyaknya korban pemutusan hubungan kerja (PHK) saat pandemi corona.

Kedua, bank cenderung berhati hati dalam menyalurkan pinjaman ke debitur baru dan segmen kredit konsumsi. “Maka alternatifnya fintech,” kata Bima.

Ketiga, proses pencairan pinjaman melalui fintech lebih cepat dibandingkan lembaga keuangan tradisional. Ini menjadi daya tarik debitur baru. Terakhir, nominal pinjaman fintech per debitur rata-rata lebih kecil dibandingkan kredit bank yang mepengaruhi minat masyarakat.

Sedangkan ekonom senior Indef Aviliani menilai, industri keuangan non-bank (IKNB), termasuk fintech perlu bekerja sama dengan perbankan untuk bisa bertumbuh. “Mereka belum mempunyai ekosistem yang cukup untuk menutup biaya operasional,” ujar dia dalam diskusi virtual berjudul ‘bank tradisional versus neo bank,” Selasa lalu (17/11).

Sedangkan neobank atau bank tanpa kantor sama sekali dinilai akan menjadi tren ke depan. Ini akan menjadi pesaing kuat fintech.

bank digital (Katadata)

Co-founder sekaligus CEO KoinWorks Benedicto Haryono menilai, kerja sama antara bank dengan fintech lending akan terus terjalin.  “Ini karena tren digitalisasi semakin kuat dan Covid-19 mengakselerasi pebisnis untuk go-online,” kata dia dalam small group interview secara virtual, Kamis (19/11).

Di satu sisi, ia menilai belum semua bank siap untuk mendigitalisasikan bisnisnya hingga layaknya neobank. Sekalipun ada, masih pada tahap awal. “Di luar negeri banyak bank yang melakukannya sendiri. Pada akhirnya, biaya yang mereka keluarkan lebih besar dibandingkan outsourcing (kerja sama) seperti ini,” katanya.

Oleh karena itu, ia optimistis kerja sama akan berlanjut untuk meminimalkan biaya. “Perbankan memiliki keuntungan dari segi ‘bola kristal’. Hikmah apa yang bisa diambil? Saya kira tren (kolaborasi) akan terus berlangsung,” ujar Benedicto.

Selain itu, meski kredit macet fintech lending melonjak saat pandemi virus corona, investor dinilai tetap mendapatkan keuntungan. Di KoinWorks misalnya, imbal hasil rata-rata 14-25% per tahun, tergantung dari portofolio pinjaman.

Sedangkan pinjaman yang direstrukturisasi 10% imbas pagebluk Covid-9. “Dibandingkan potensi kehilangan maksimal 10%, ya cukup profitabel. Ini tergantung mereka diversifikasi yang cocok atau tidak,” ujarnya.

 Co-Founder sekaligus CEO Modalku Reynold Wijaya mengatakan, kolaborasi membantu bank menjangkau UMKM di pelosok. Bagi fintech, ini menjaga keamanan dana. “Perbankan berperan sebagai bank kustodian dan pemegang escrow account,” kata dia kepada Katadata.co.id.

Rekening bersama atau escrow account itu dikelola langsung oleh bank dan digunakan untuk menyimpan seluruh dana pengguna fintech. “Modalku hanya berperan sebagai perantara masuknya dana. Semua transaksi otomatis terintegrasi dengan sistem pinjam-meminjam,” ujarnya.

UMKM PRODUK KOPI MULAI BANGKIT (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wsj.)

Saat ini, Modalku telah menyalurkan pendanaan Rp 760 miliar lebih kepada 26 ribu pengusaha online di Indonesia. Rata- rata pinjaman ke pedagang online sekitar Rp 25 juta, meskipun aksesnya hingga Rp 250 juta.

“Pendapatan penjualan online di Indonesia tumbuh 54% secara tahunan (year on year/yoy). Potensi ini menjadi motivasi bagi kami untuk menjangkau lebih banyak pengusaha online,” ujar Co-Founder sekaligus COO Modalku Iwan Kurniawan.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan