Laporan DealStreetAsia bertajuk SE Asia Deal Review Q3 2020 menunjukkan, Singapura merebut posisi Indonesia sebagai penyumbang pendanaan ke startup terbesar di Asia Tenggara pada kuartal III. Petinggi modal ventura menilai salah satu penyebabnya yakni pandemi corona yang membatasi akses masuk ke suatu negara.

Penggalangan dana di Tanah Air turun lebih dari 50% dibandingkan kuartal kedua (quarter to quarter/qtoq) dan secara tahunan (year on year/yoy). Sedangkan investasi ke startup Singapura tumbuh secara nilai maupun jumlah.

Negeri jiran itu pun menyumbang 58% terhadap total dana yang terkumpul di Asia Tenggara. Sebelumnya Indonesia menjadi kontributor terbesar.

Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Jefri Sirait mengatakan, Singapura merupakan hub investasi. Secara struktural, penanaman modal di negara ini dinilai lebih menguntungkan bagi lembaga pembiayaan dan perusahaan rintisan.

“Itu dengan (pertimbangan) tantangan terkait pajak dan kebijakan,” kata Jefri kepada Katadata.co.id, kemarin (13/10). “Dengan adanya pandemi Covid-19, bicara mengenai lingkungan kerja, kita perlu recover untuk menurunkan jumlah kasus positif.”

Berdasarkan laporan Bank Dunia, tingkat kemudahan bisnis di nusantara hanya 69,6 poin dari skala 0-100. Indonesia pun menempati posisi ke-73 dunia atau keenam di Asia Tenggara.

Sedangkan Singapura mencatat 86,2 poin, menempati urutan kedua dari 190 negara di dunia. Ini tecermin pada Databoks di bawah ini:

Data World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report 2017-2018 menunjukkan korupsi merupakan hambatan utama untuk berbisnis di Indonesia. Selain itu, ada persoalan pajak, sebagaimana terlihat pada Databoks di bawah ini:

Untuk dapat kembali menarik hati investor, pemerintah dan pemain perlu memperbaiki ekosistem industri digital. Undang-undang atau UU Omnibus Law Cipta Kerja juga diharapkan dapat memperbaiki kebijakan terkait perpajakan, terutama keuntungan modal (capital gain).

“Itu yang menjadi daya tarik bagi pengembangan modal ventura di Indonesia,” ujar Jefri kepada Katadata.co.id, hari ini (14/10).

Sedangkan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai, tingginya nilai dan jumlah pendanaan ke startup Singapura karena faktor pandemi virus corona. Pagebluk ini membatasi akses ke suatu negara, sehingga menghambat proses uji tuntas (due diligence).

Uji tuntas adalah proses investigasi atau audit terhadap produk atau investasi potensial untuk memastikan kebenaran semua materi yang dilaporkan. Sedangkan, “Singapura memang menjadi pusat dana. Di sana ada banyak perusahaan modal ventura atau investor lainnya,” kata Eddi.

Tantangan tersebut bukan hanya dirasakan oleh perusahaan rintisan, tetapi juga pemerintah. Komunikasi dengan bank asing untuk pendanaan Satelit Republik Indonesia (Satria) terhambat imbas pandemi.

Selain akses masuk yang terbatas, investor lebih konservatif dalam memberikan pendanaan saat pandemi corona. Di satu sisi, sebagian startup juga menahan diri untuk menggalang modal karena khawatir valuasinya turun.

“Itu karena takut terjadi ‘down round’ terkait transaksi atau pendapatan yang turun tahun ini, yang dapat berdampak terhadap valuasi,” ujar Eddi.

Pada Juli lalu misalnya, startup penyedia layanan perjalanan berbasis online (Online Travel Agent/OTA) Traveloka mengumumkan perolehan investasi terbaru US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,6 triliun. Namun, sumber Bloomberg mengatakan bahwa valuasinya diperkirakan 17% lebih rendah dibandingkan ketika mendapat investasi sebelumnya.

Berdasarkan laporan Cento Ventures, Indonesia menjadi kontributor terbesar dari sisi jumlah dan nilai investasi di Asia Tenggara pada Semester I. Jumlahnya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Sedangkan perbandingan nilainya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

pendanaan startup (cento ventures)

Cento Ventures belum merilis laporan pendanaan ke startup di Asia Tenggara pada kuartal III. Namun, berdasarkan laporan DealStreetAsia bertajuk SE Asia Deal Review Q3 2020, Singapura menggeser posisi Indonesia.

Laporan itu menunjukkan bahwa dana yang dikumpulkan oleh perusahaan rintisan di regional turun 34% qtoq dan hampir 40% yoy. Jumlah kesepakatannya juga turun dari 184 di kuartal II menjadi 151, tetapi meningkat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data Cento Ventures, jumlah pendanaan ke startup di kawasan ini memang menurun sejak tahun lalu. Ini tecermin pada Databoks berikut:

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Katadata.co.id, ada 25 startup yang mengumumkan perolehan pendanaan pada kuartal III. Jumlahnya turun dibandingkan kuartal II sebanyak 33, tetapi naik dari kuartal I yakni 23 perusahaan.

Selain itu, jumlahnya turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 30 perusahaan rintisan, menurut laporan DailySocial bertajuk ‘Startup Report 2019’.

Katadata.co.id mencatat, total nilai investasi ke startup pada kuartal I sekitar Rp 18,7 triliun, dengan adanya tambahan modal ke Gojek. Namun, 11 pendanaan tidak disebutkan nilainya.

Sedangkan total pendanaan yang diumumkan pada kuartal II mencapai Rp 1,4 triliun. Nilainya memang tampak menurun jika dibandingkan kuartal I, padahal jumlah kesepakatannya jauh lebih besar. Ini karena ada 11 yang tidak disebutkan nilainya, termasuk Gojek.

Kemudian nilai investasi kuartal III sekitar Rp 6,8 triliun, dengan 12 kesepakatan tidak disebutkan besarannya.

Infografik_Startup tetap banjir pendanaan saat pandemi (Katadata)

Sedangkan data Cento Ventures sepanjang semester I dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Secara keseluruhan, Katadata.co.id mencatat ada 14 kali pendanaan ke startup fintech. Lalu diisusul oleh Software as a Services (SaaS) sebanyak delapan pendanaan, khususnya yang mendukung digitalisasi UMKM. Kemudian lima e-commerce dan empat pendidikan.

Sedangkan secara regional, Cento Ventures mencatat bahwa pendanaan ke bisnis vertikal perusahaan rintisan merupakan yang terbanyak. Berikut datanya:

Sedangkan startup kesehatan Indonesi yang digadang-gadang moncer tahun ini, hanya satu yang memperoleh pendanaan yakni Nusantics. Di Singapura, perusahaan sejenis yakni Biofourmis dan Doctor Anywhere mendapatkan dana segar saat pandemi corona.

Mitra pengelola Insignia Ventures Partners Yinglan Tan menilai, operasional perusahaan rintisan di Singapura stabil meski ada pandemi Covid-19. Selain itu, beberapa korporasi Tiongkok seperti Tencent dan TikTok berinvestasi di negara berlambang Singa ini. “Mereka menarik lebih banyak aktivitas investasi teknologi,” katanya dikutip dari DealStreetAsia, akhir pekan lalu (9/10).

Selain itu, ada beberapa startup Singapura yang wilayah operasionalnya mencakup Asia Tenggara seperti Grab. “Investor cenderung melihat ini sebagai keuntungan di tengah krisis,” kata Yinglan.

Hal itu dinilai menjadi daya tarik, ketika pertumbuhan ekonomi Singapura minus dua kuartal berturut-turut, atau disebut resesi. Sedangkan Indonesia minus 5,32% yoy pada kuartal II.

Morgan Stanley mencatat, investasi ke startup Indonesia memang kalah dibandingkan Singapura dalam empat tahun terakhir. Namun, mereka menilai bahwa pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan terus tumbuh.

“Itu berkat penetrasi ponsel pintar (smartphone) yang tinggi dan populasinya yang besar,” demikian dikutip dari laporan Morgan Stanley, pada pekan lalu (6/10).

Selain itu, Facebook dan Bain and Company memperkirakan konsumen digital di Indonesia meningkat dari 119 juta tahun lalu menjadi 137 juta pada 2020. Persentasenya pun melonjak dari 58% menjadi 68% terhadap total populasi.

Nilai transaksi bruto atau GMV platform online di nusantara pun diramal US$ 26 miliar atau sekitar Rp 378,3 triliun tahun ini. Nilainya diprediksi menjadi US$ 72 miliar atau Rp 1.047,6 triliun pada 2025, yang awalnya diramal hanya US$ 48 miliar.

Sedangkan Google, Temasek, dan Bain dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA 2019 memperkirakan, nilai ekonomi berbasis internet di Indonesia mencapai US$ 40 miliar tahun lalu. Nilainya diprediksi melonjak menjadi US$ 133 miliar pada 2025.

Di satu sisi, orang Indonesia lebih sering menggunakan layanan berbasis internet ketimbang negara lain. Mereka menghabiskan 4,5 jam sehari di ponsel, lebih lama dibandingkan India 3,75 jam dan Tiongkok 3,3 jam.

Atas dasar pertimbangan itu, Morgan Stanley memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi digital Indonesia berlanjut. Keterlibatan perusahaan teknologi juga dinilai dapat meningkatkan daya beli dalam jangka panjang, karena proses bisnis dibuat lebih efisien, transparan, dan mendorong inklusi keuangan.

Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan