Startup Pertanian dan Perikanan Bersaing Rebut Perhatian Investor

123RF.com/Sergey Nivens
Ilustrasi
Penulis: Desy Setyowati
4/11/2020, 17.00 WIB
Datahub.id milik 8Villages (8Villages)

Sedangkan e-commerce khusus produk perikanan yakni Aruna dan FishOn. Aruna menggaet ribuan nelayan di 31 lokasi, dan mengekspor hasil laut ke 10 negara di Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika Utara, dan Timur Tengah. Di dalam negeri, produk-produknya dijual melalui Tokopedia dan Shopee.

Pada Agustus lalu, Aruna pun memperoleh pendanaan US$ 5,5 juta atau sekitar Rp 81,2 miliar dari East Ventures, AC Ventures, dan SMDV. Tambahan modal ini datang di tengah pertumbuhan bisnis yang mencapai 86 kali lipat, meski ada pandemi virus corona.

Di bidang pengembangan teknologi, setidaknya ada lima pemain. Pertama, eFishery yang memperoleh pendanaan seri B dari Go-Ventures besutan Gojek, Northstar Group, Aqua-spark, dan Wavemaker Partners pada Agustus lalu.

efishery (instagram/@efishery)

eFishery menyediakan perangkat pemberi pakan otomatis (autofeeder) untuk ikan dan udang. Dana segar yang diperoleh pun akan digunakan untuk pengembangan produk dan menargetkan pertumbuhan bisnis 10 kali lipat.

Pada hari ini, eFishery juga mengumumkan kerja sama dengan waralaba makanan Baba Rafi untuk mengelola tambak udang vaname berbasis Internet of Things (IoT). Pada fase pertama, eFishery akan mengelola 71 tambak seluas 40 ribu meter persegi.

Kedua, Jala Tech menyediakan analisis data, alat untuk meningkatkan kualitas air di kolam tambak udang bernama Baruno dan platform laporan budidaya. Ketiga, HARA yang merupakan platform data exchange yang merangkum informasi terkait profil usaha mitra petani.

Data yang ditransaksikan di HARA berupa identitas petani sebagai penyedia data; geotagging seperti luas, lokasi, dan kepemilikan lahan; kultivasi seperti waktu dan jenis tanaman, pupuk dan obat yang dipakai; ekologi seperti cuaca dan tipe tanah; hingga  nilai transaksi atas penjualan hasil panen. Startup ini juga mengadopsi blockchain.

Keempat, Habibi Garden yang menyediakan perangkat berbasis digital di sektor pertanian. Produknya yakni Habibi Grow untuk pengolahan pupuk, penyiraman, pemupukan, pemberian pestisida, dan pendinginan otomatis melalui ponsel. Lalu Habibi Cooling System atau pompa pendinginan yang dilengkapi nozle pengkabutan air.

Kemudian, Habibi Climate atau sensor termohygrometer pada lahan greenhouse. Lalu, Habibi Drip Tape, selang pipih yang memiliki membrane khusus untuk mengatur tekanan. Terakhir, HabibiCam yang merupakan alat pantau pertumbuhan fisik tanaman dan keamanan kebun melalui ponsel.

Kelima, BIOPS Agrotekno yang menyediakan alat pantau tanaman di dalam dan luar ruangan, serta sistem penyiraman otomatis atau siramot. Mereka juga menyediakan dasbor digital untuk memantau dan mengontrol kegiatan pertanian.

Minat Investor terhadap Startup Perikanan dan Pertanian

Direktur Utama Mandiri Capital Eddi Danusaputro mengatakan, pandemi Covid-19 berpengaruh besar terhadap startup pertanian dan perikanan. “Kalau pandemi ini lama, maka impor produk pangan akan lebih sulit. Ini harus diperkuat oleh ekosistem agrikultura di dalam negeri,” ujarnya dalam acara media gathering virtual Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, Senin (2/11).

Direktur Investasi BRI Ventures William Gozali pun menilai bahwa startup di bidang penyediaan bahan pokok berpeluang tumbuh pesat tahun depan. “Ada permasalahan-permasalahan yang belum terjawab (di sektor ini),” kata dia. “Efek pandemi, startup yang mendorong rantai pasok, prospeknya masih sangat bagus.”

Namun, Investment and Venture Partner di UMG Idealab Jefry Pratama mengatakan, bidang e-commerce merupakan cara termudah bagi startup agritech untuk menghasilkan uang. Jumlah perusahaan rintisan yang bergerak di bidang e-commerce pertanian pun cukup banyak.

Akan tetapi, sedikit startup agritech Indonesia yang mengandalkan AI, analisis data, robotika, atau teknologi mendalam (deeptech) seperti rekayasa genetika. Jefry menilai, salah satu penyebabnya yakni minimnya talenta digital.

“Kurangnya teknologi canggih di startup agritech Indonesia merupakan peluang pertumbuhan yang lebih besar di bidang logistik, rantai pasokan, dan infrastruktur,” demikian kata Jefry dikutip dari laporan CompassList berjudul ‘Indonesia Agritech Report 2020’ yang dirilis Maret lalu.

UMG Idealab sendiri sudah berinvestasi di pengembang teknologi sensor, drone, dan aplikasi seluler untuk petani, MSMB yang digagas oleh dosen dan mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM). UMB Idealab merupakan inkubator startup dan cabang modal ventura korporasi dari konglomerat UMG yang berbasis di Myanmar.

Jefry menilai, ekosistem Indonesia agak mirip dengan India, yakni negara besar dengan pembangunan infrastruktur yang tertinggal di daerah perdesaan. Sedangkan di Tanah Air, potensi sektor pertanian dan perikanan cukup besar.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, total investasi di sektor ini pada tahun lalu mencapai Rp 57 triliun. Investasi asing di bidang ini bahkan berkontribusi 3% dari total yang masuk ke Indonesia.

Halaman: