Kisah Perjalanan Nikuba: Korbankan Motor hingga Raih Pendanaan Rp 36 M

Instagram @nikubahidrogen
Alat Nikuba temuan Aryanto Misel yang terpasang pada motor TNI.
20/5/2022, 18.29 WIB

Chief Executive Officer (CEO) perusahaan rintisan Nikuba Hidrogen Nusantara, Narliswandi Piliang, menceritakan bagaimana dirinya bisa terlibat dalam proyek alat Nikuba. Alat ini disebut mampu mengonversi air menjadi bahan bakar kendaraan berbasis hidrogen untuk kendaraan roda dua, menggantikan BBM.

Pria yang kerap disapa Iwan ini mengaku mengenal Aryanto Misel, sang penemu alat Nikuba sejak 11 tahun silam. Saat itu, Aryanto dikenal sebagai penemu sejumlah inovasi produk seperti bahan kain alami yang tahan air dan alat pemadam api berbahan dasar singkong.

Adapun proyek Nikuba dimulai pada 2017. Saat itu, alat Nikuba yang dipasang pada kendaraan roda dua mampu mengemat 30% sampai 40% konsumsi BBM.

"Pak Aryanto bikin penghemat bahan bakar menggunakan generator, menghasilkan hidrogen kemudian di-mix (campur) dengan BBM," kata Iwan kepada Katadata.co.id, dikutip Jumat (20/5).

Dari percobaan tersebut, Iwan dan Aryanto berupaya mengembangkan cara kerja alat Nikuba. Mereka berdua membagi tugas. Iwan mencarikan dana pembiayaan pengembangan, sedangkan Aryanto fokus pada penelitian dan pengembangan alat.

Masih di tahun yang sama, mereka berdua memperoleh pendanaan dalam bentuk seed funding senilai Rp 2,5 miliar yang sahamnya saat ini dipegang oleh Santi Sandra Widana dan Aryanto yang sekaligus menjadi pemilik saham mayoritas.

"Karena ini produk penemuan baru share (saham) mayoritas kami upayakan tetap di tangan penemu," sambung Iwan.

Mundur ke belakang pada 2015, Iwan mengisi kuliah tamu di Sekolah Staf dan Komando (SESKO) TNI, Bandung. Di sana ia bertemu dengan Kunto Arif Wibowo yang saat itu berpangkat Kolonel.

Kemudian, saat Kunto menjadi Pandam III Siliwangi, Iwan kembali menemui Kunto guna menawarkan pemasangan Nikuba di sejumlah motor Aviar 200 CC. Motor-motor tersebut biasanya digunakan sebagai operasional Babinsa.

"Kenapa saya tawarkan pakai? Ini analogi sama dengan awal laptop ditemukan. Pemakai pertama komputer lipat itu adalah tentara Amerika. Dan Kunto sebagai personal senang kepada invensi (reka cipta)," ujar Iwan.

Pada dua tahun pertama masa pengembangan, Iwan mengatakan Nikuba kerap kali mengalami kelebihan suplai dalam proses elektrifikasinya.

"Singkatnya, gampang terbakar dan gampang meleguk. Awalnya itu motor digas dikit langsung kencang sampai merusakkan beberapa motor, gak sampai 10 ya. Nah usai tiga tahun berikutnya, Nikuba sudah bisa stabil. hidrogennya tidak akan meledug," jelas mantan wartawan Pantau tersebut.

Usai mendapatkan kucuran dana dan telah melewati sejumlah tahap pengembangan, Iwan mengklaim bahwa Nikuba mampu mengonversi 100% air menjadi hidrogen yang difungsikan sebagai pengganti BBM di kendaraan roda dua.

"Nikuba itu adalah mini generator yang mengubah airnya menjadi hidrogen. Hidrogennya pengganti bensin, jadi otomatis bensinnya 100% itu adalah hidrogen," ucap Iwan.

Saat ini, Nikuba telah dipasang di 10 unit motor Trail Aviar 200 CC milik TNI dari Kodam III Siliwangi. Iwan mengatakan bahwa Nikuba belum dipasarkan secara bebas. Nikuba sedang menjalani proses daftar paten yang menyangkut hal teknologi.

"Dibawa ke badan Paten dunia, proses paling cepat itu setahun. Yang namaya temuan pasti akan ditiru orang. Tapi kita sudah sangat pede untuk masuk ke pasar," tambahnya.

Iwan menyebut, alat pengonversi air menjadi hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan bermotor ini sudah siap untuk diproduksi secara massal. Guna merealisasikan hal tersebut, Iwan dan Aryanto pada akhir pekan ini akan terbang ke Pulau Bali untuk menjemput Venture Series A senilai US$ 2,5 juta.

Pendanaan tersebut akan digunakan untuk memenuhi target produksi 10 ribu unit hingga November 2022. Rencananya, Nikuba akan pertama kali dipasarkan di Pulau Bali. Iwan mengklaim Nikuba juga bakal ikut dipamerkan di KTT G-20 yang berlangsung di Bali pada November 2022 mendatang.

"Bank Pembangunan Bali siap untuk membiayai warga untuk kredit, itu baru penjajakan. Kemudian mendatangi dan menemui kembali siapa saja yang siap venture," kata Iwan.

Ia berharap, dengan pemenuhan target 10 ribu unit akan membentuk ekosistem industri sehingga Nikuba makin banyak beredar di pasaran. Jika itu terjadi, pengembangan alat pengonversi Air menjadi Hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan juga akan diaplikasikan di kendaraan roda empat, dan perahu.

Iwan juga menjelaskan bahwa konsep Nikuba berbeda dengan proyek energi alternatif 'Blue Energy' di era Presiden Susilo bambang Yudhoyono.

"Kalau Nikuba kan fokus ke mengonversi saja. Kami tidak membuat mobil atau motornya. Karena kalau itu fokus kami, maka kami akan ketinggalan. Menjadi produsen motor dan mobil itu gak keburu lagi," tukas Iwan.

Sebelumnya dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik (FT) Universitas Indonesia (UI), Widodo Wahyu Purwanto, menilai bahwa Nikuba bukan alat yang bisa menggantikan BBM pada kendaraan bermotor.

Alumnus Institut National Polytechnique de Toulouse Prancis ini pun mengatakan bahwa cara memisahkan antara hidrogen (H2) dan oksigen (O2) yang terkandung di dalam air (H2O) melalui proses elektrolisis memerlukan energi yang besar.

“Kalau gak salah Nikuba itu ada kemungkinan itu dia pakai HHO, jadi hidrogen dan oksigennya tidak terpisah atau disebut brown gas. Kalau dibilang gak pakai BBM 100%, saya kira itu tidak bisa ya,” kata Widodo kepada Katadata.co.id, dikutip Jumat (13/5).

Ia menegaskan bahwa air tidak bisa diubah menjadi BBM karena air tidak memiliki kandungan karbon layaknya BBM. Dia menduga alat Nikuba kemungkinan meningkatkan efisiensi pembakaran pada mesin sepeda motor sehingga menghemat konsumsi BBM secara signifikan.

Sementara Rektor Universitas Teknologi Sumbawa Chairul Hudaya mengatakan bahwa proses mengubah air melalui proses elektrolisis hingga menjadi energi sulit dilakukan. "Untuk memecah hidrogen dari air perlu energi yang besar dan alat yang khusus," katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (6/5).

Ia mengatakan, inovasi bahan bakar untuk kendaraan sebenarnya telah banyak dikembangkan sebelumnya. "Banyak yang free energy, tapi akhirnya terkuak sebagai fake. Kalau mau fair, ini bisa dibedah bersama," ujarnya.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu