Kemenkeu Kaji Opsi Pangkas Anggaran K/L untuk Tambah Subsidi Energi

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Pengendara kendaraan roda dua antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
7/9/2022, 08.52 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut kemungkinan untuk kembali melakukan penghematan belanja kementerian dan lembaga (K/L) melalui refocusing anggaran untuk menutupi kebutuhan tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi.

Anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang sebesar Rp 502,4 triliun disebut tidak cukup dan berpotensi bengkak lagi menjadi Rp 649 triliun, meskipun pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan made Arya Wijaya mengatakan pihaknya sampai saat ini masih terus mengamati kondisi terkini di tingkat global sebelum memutuskan penambahan anggaran subsidi.

Pemerintah juga belum menentukan sumber alokasi tambahan tersebut, baik sepenuhnya dibebankan dalam APBN tahun ini maupun rencana untuk digeser ke tahun depan.

"Mudah-mudahan masih ada (ruang di APBN 2022) untuk menambah anggaran walaupun harus mengurangi alokasi yang lain. Bisa saja (refocusing) kalau memang dibutuhkan harus tahun ini," kata Made melalui pesan singkat, Selasa (7/9).

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebelumnya menjelaskan, subsidi dan kompensasi energi bisa bengkak menjadi Rp 698 triliun jika pemerintah tidak menaikan harga bahan bakar.

Namun dengan kenaikan pada 3 September lalu, pemerintah diperkirakan bisa menghemat sekitar Rp 49 triliun sehingga pembengkakan pagu angaran hanya mencapai Rp 649 triliun. Simak databoks berikut:

Perkiraan tersebut dengan asumsi harga ICP rata-rata masih di atas US$ 100 per barel dan konsumsi Pertalite serta Solar masing-masing 29 juta kilo liter dan 17,4 juta kilo liter.

Dalam hitungan Kemenkeu, jika harga minyak bergerak turun dan rata-rata ICP setahun menjadi US$ 85, dibutuhkan tambahan anggaran Rp 88,6 triliun sehingga total subsidi menjadi Rp 591 triliun. Sedangkan jika harga rata-rata ICP sebesar US$ 99 per barel, subsidi akan membengkak menjadi Rp 605 triliun.

"Kami lihat kalau nanti, tambahan berapa lagi yang perlu dikomunikasikan (dengan DPR), kalau tidak bisa dialokasikan tahun ini, akan dibayarkan 2023," kata Suahasil dalam interview dengan CNBC Indonesia TV awal pekan ini.

Suahasil menyebut jika pembayaran kompensasi energi kemudian dilimpahkan ke tahun depan, akan berdampak pada anggaran subsidi dan kompensasi pada 2023 yang dapat mencapai Rp 336,7 triliun.

Ia berharap agar pembayaran yang digeser ke tahun depan tidak akan terlalu besar. Keputusan dengan DPR tersebut akan dibahas sembari merancang RUU APBN 2023 yang tengah berjalan saat ini.

Jika berkaca pada pengalaman sebelum-sebelumnya, pada Mei lalu pemerintah terlebih dahulu meminta restu Badan Anggaran (Banggar) DPR sebelum menambah anggaran subsidi dan kompensasi menjadi Rp 502,4 triliun.

Namun Made menyebut sampai saat ini belum ada jadwal untuk pertemuan antara Kementerian Keuangan dengan Banggar soal pembahasan terkait potensi pembengkakan anggaran subsidi.

Reporter: Abdul Azis Said