Presiden terpilih Prabowo Subianto dipastikan akan menyusun jajaran menteri, wakil menteri, dan kepala badan dengan jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan pada masa kabinet Presiden Joko Widodo. Hal itu terlihat dari jumlah calon anggota kabinet yang sudah dipanggil ke kediaman Prabowo untuk melakukan pembekalan mencapai ratusan orang.
Dengan banyaknya calon yang akan menjadi anggota kabinet Prabowo, akan membuat kabinet Prabowo makin gemuk. Padahal jika dibandingkan era Jokowi, jumlah kementerian pada masa Prabowo akan mencapai 44 hingga 46 kementerian yang berarti naik dari sebelumnya 34 kementerian.
Bahkan jika dibandingkan negara besar lain, jumlah menteri di Indonesia bahkan lebih gemuk. Lembaga riset Center of Economic and Law Studies atau Celios menyoroti alasan Prabowo membuat anggota kabinet lebih gemuk dibandingkan sebelumnya.
Prabowo sebelumnya beralasan karena sebagai negara besar, Indonesia memerlukan banyak menteri untuk mengelola pemerintahan secara efektif. “Namun, argumen ini perlu dipertimbangkan dengan melihat komparasi konteks internasional,” kata peneliti Celios Achmad Hanif Imaduddin, Kamis (17/10).
Amerika Serikat
Negeri Paman Sam ini menjadi negara dengan produk domestik bruto atau PDB terbesar pada 2024. Berdasarkan data International Monetary Fund atau IMF, Amerika Serikat menjadi negara terkaya dengan total PDB tertinggi pada 2024 mencapai US$ 28,78 triliun atau meningkat 2,7% dibandingkan sebelumnya.
Kekayaan ekonomi AS itu setara Rp 446,5 kuadriliun jika menggunakan kurs JISDOR per 17 Oktober 2024 Rp 15.516 per dolar AS. AS kini memiliki populasi penduduk sekitar 346 juta orang. Namun Amerika Serikat hanya memiliki 15 eksekutif departemen setingkat kementerian.
Cina
Negeri Tirai Bambu ini menjadi negara kedua dengan jumlah PDB paling besar pada 2024 mencapai US$ 4,59 triliun atau naik 0,2% dari tahun sebelumnya. Angka ini setara dengan Rp 71.218,4 triliun jika menggunakan kurs JISDOR per 17 Oktober 2024.
Saat ini Cina masih menjadi negara dengan populasi terbesar di dunia yang mencapai lebih dari 1,4 miliar penduduk. Namun dengan banyaknya populasi dan skala PDB cukup besar, Cina hanya memiliki 21 kementerian saja.
Indonesia
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai PDB Indonesia mencapai Rp 5.536,5 triliun pada kuartal II 2024 . Nilai ekonomi Indonesia itu naik 5,05% dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Hanya saja, populasi Indonesia saat ini sekitar 275 juta orang. Namun pemerintahan Prabowo justru memiliki rencana untuk memiliki 46 kementerian yang berarti jauh lebih banyak dibandingkan AS dan Cina.
“Fakta ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah menteri bukanlah cara untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Sebaliknya, justru berpotensi memperbesar birokrasi dan meningkatkan pemborosan anggaran negara,” ujar Hanif.
Mayoritas Kabinet Prabowo dari Politisi
Hasil riset Celios menunjukkan mayoritas nama yang dipanggil untuk mengisi kabinet Prabowo berasal dari politisi dengan proporsi 55,6% atau 60 dari 108 kandidat. Proporsi dari kalangan profesional teknokrat hanya 15,7% atau 17 dari 108 calon.
Kemudian disusul daro kalangan TNI/Polri 8,3%, pengusaha 7,4%, tokoh agama 4,6%, dan selebriti 2,8%. Sayangnya, hanya 5,6% yang berasal dari kalangan akademisi.
Di antara kandidat berlatar politisi tersebut, terdapat 45 kandidat yang terafiliasi partai. Gerindra menguasai kabinet dengan proporsi mencapai 26,7% atau 12 orang. Selanjutnya dari Golkar sekitar 24,4% atau 11 orang, serta Demokrat, PAN, dan PKB mendapat jatah seragam 8,9% atau empat orang.
Pengisian jajaran kabinet juga sarat dengan kepentingan balas budi politik yang memprioritaskan aktor-aktor sentral dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Setidaknya terdapat 30 kandidat yang tercatat aktif dalam TKN mulai dari posisi pengarah, penasihat, ketua, sekretaris, bendahara, dewan pakar, hingga koordinator relawan kampanye. Secara akumulatif 72% dari jumlah kandidat merupakan pendukung Prabowo-Gibran dalam Pemilu 2024.
Peneliti Celios, Galau D Muhammad, menilai pembagian jabatan ini tidak hanya menimbulkan kekecewaan secara moral, tetapi juga berpotensi menciptakan pemborosan anggaran yang signifikan. “Semakin banyaknya wakil menteri yang diangkat berarti akan meningkatkan belanja negara, termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut,” kata Galau.