Nasib Tragis Peternak Unggas, Diimpit Harga Jagung dan Telur

pixabay
ilustrasi
Penulis: Maesaroh
5/10/2021, 07.00 WIB
  • Harga jagung melonjak di atas harga acuan yang ditetapkan pemerintah.
  • Data stok jagung Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bertolak belakang.
  • Bulog ditugaskan memasok jagung untuk membantu stabilisasi harga.

Blitar, 7 September 2021. Seorang peternak bernama Suroto demo seorang diri. Dengan membawa spanduk bertuliskan "Pak Jokowi, Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar. Telur Murah", Suroto nekat menghadang iring-iringan mobil Presiden Joko Widodo yang tengah mengunjungi ke Blitar, Jawa Timur.

Kepada media, Suroto mengatakan terpaksa melakukan aksi protes sebagai bentuk kekecewaannya terkait mahalnya harga jagung serta murahnya harga telur.  Dia kemudian diamankan aparat selama beberapa jam, tetapi pesan yang ingin diutarakan sampai kepada penguasa nomor satu negeri ini.

Suroto satu dari banyak peternak yang tengah menghadapi persoalan pelik ini. Di satu sisi, dia harus menghadapi kenaikan harga jagung yang membuatnya mengeluarkan ongkos lebih untuk meneruskan usahanya. Di sisi lain, dia mesti menjual telur dengan harga murah.

Peternak ayam petelur Suroto (tengah) bersama perwakilan dari Sekretariat Presiden menunjukkan kondisi jagung bantuan dari Presiden Joko Widodo saat penyerahan di Blitar, Jawa Timur, Senin (20/9/2021). ( ANTARA FOTO/Irfan Anshori/aww.)



Seminggu setelah aksi Suroto, Presiden Jokowi mengundang pemangku kepentingan di bisnis perunggasan, mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, pengusaha pakan ternak, dan peternak. Mereka mengurai persoalan pelik yang tengah diahdapi industri perunggasan tanah air, seperti mahalnya harga jagung hingga murahnya nilai daging ayam dan telur.

Harga Jagung yang Melambung

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 menyebutkan, harga acuan penjualan jagung dengan kadar air 15 % di tingkat peternak ditetapkan Rp 4.500 per kilogram. Namun  data Kementerian Perdagangan menunjukan sejak April harga jagung terus merangkan naik ke level Rp 5.500 - 6.300 per kilogram.  Kenaikan ini tentu memberatkan, mengingat 60-70 % ongkos industri perunggasan dari pakan ternak.

"Harga tinggi karena stok gak ada. Terjadi rebutan jagung. Kita lihat neraca jagung defisit sejak April dan ini sejalan dengan harga yang makin tinggi," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, dalam sebuah webinar, Kamis (30/9).

Grafik perkembangan harga jagung, gandum dan soybean meal (Gabungan Asosiasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (Gopan))



Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), harga jagung sudah melonjak sekitar 30 % dibanding awal tahun yakni dari Rp 4.694 per kilogram pada Januari menjadi Rp 6.067 per kilogram di September. Meroketnya harga jagung ini memukul pengusaha pakan ternak dan peternak, terutama peternak mandiri.

Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN) Alvino Antonio mengatakan mahalnya harga menjadi persoalan utama petani mandiri dibandingkan persoalan pasokan.

"Kesulitan mencari barang tidak. Yang jadi masalah, harga jagung dan pakan jadi tidak sesuai dengan harga acuan Permendag Nomor 7 Tahun 2020. Info dari Kementan, jagung surplus, tapi kenapa harganya mahal," ujar Alvino kepada Katadata, Minggu (3/10).

Menurut Kementan, pada umumnya peternak mandiri tidak memiliki stok jagung yang cukup karena keterbatasan modal dan fasilitas gudang. 

Pada saat panen, jagung berlimpah di mana harga jagung lebih murah. Namun mereka tidak dapat memanfaatkan situasi tersebut dengan membeli jagung dalam jumlah besar sebagai stok untuk memenuhi kebutuhan jagung pakannya.

Tidak adanya gudang memberatkan peternak mandiri. Selain itu, mereka mendapatkan jagung tidak langsung dari petani, tetapi dari pengepul atau pengecer. Kondisi ini membuat jagung yang mereka beli jauh lebih tinggi harganya dibandingkan membeli langsung dari petani.

Kementan juga menjelaskan panen jagung tidak sebesar periode semester pertama. Harga jagung pada semester kedua lebih tinggi dibandingkan pada semester pertama.

Neraca produksi jagung pipilan kering (JPK) (Katadata)



Hal senada disampaikan Desianto Budi Utomo. Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak ini  mengatakan merangkaknya harga jagung dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya ketidakmampuan petani lokal menyediakan pasokan yang stabil dari sisi produksi maupun kualitas. Pasokan jagung juga menipis karena diperebutkan banyak industri.

"Jagung tidak hanya dimanfaatkan oleh industri perunggasan untuk pakan ternak (feed). Komoditas tersebut juga diperebutkan oleh manusia untuk diproses sebagai makanan (food) serta sektor energi untuk dijadikan bahan bakar (fuel)," tutur Desianto di sebuah webinar, Sabtu (2/10).

Untuk menghadapi kenaijan harga jagung, pengusaha pakan ternak memilih untuk memperbanyak campuran non-jagung dalam produksinya. Jagung merupakan bahan pakan ternak utama di Indonesia selain bungkil kedelai, gandum, dan soybean meal.

Mengingat peran strategis komoditas jagung, Destianto berharap ada data akurat mengenai pasokan jagung untuk memastikan ketersediaan jagung nasional.

Data Pasokan Jagung yang Berbeda

Berdasarkan data Kemendag, estimasi kebutuhan jagung di Indonesia mencapai 859 ribu ton per bulan. Kebutuhan itu terbagi dua yakni 787.500 ton akan dimanfaatkan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) sementara 72 ribu ton disalurkan ke peternak ayam layer (telur) mandiri..

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan menipisnya stok jagung bisa dilihat dari rata-rata kecukupan di pabrik pakan ternak. Pada Agustus 2021, rata-rata kecukupan jagung pipil kering per hari di pabrik pakan 49 hari, jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yakni 59 hari.

Pada kondisi normal, rata-rata kecukupan jagung di pabrik pakan mencapai stok 60 hari. Data Kemendag juga menunjukan pada April terjadi defisit stok jagung pipil kering (JPK) sebesar 242.214 ton di bulan Mei. Defisit masih akan terjadi hingga Desember yakni 179.720 ton.

"Mulai April hingga saat ini pabrik pakan ternak maupun peternak mandiri terus kesulitan memperoleh pasokan. Terdapat potensi paceklik pada periode Oktober 2021-Janauri 2022 yang berdampak pada kenaikan harga jagung yang makian memberatkan," tutur Isy Karim, dalam sebuah diskusi, pekan lalu.

Kelangkaan ini berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan oleh Kementerian Pertanian. Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan DPR, Senin (20/9, mengatakan stok jagung mencapai 2,37 juta ton pada minggu kedua September.

Sehari setelah Qolbi membeberkan data, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mempertanyakan kebenaran stok jagung untuk pakan ternak yang disebutkan Kementan. Pasalnya, data di lapangan menunjukan stok jagung jauh dari angka yang disebut Kementan.

“Kalau kita punya stok, gak mungkin harganya meroket seperti ini. Jangankan ngomong jutaan, 7.000 untuk kebutuhan satu bulan di Blitar aja gak ada,” kata Lutfi dalam Rapat Kerja dengan DPR RI, Selasa (21/9).

Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS) M Habibullah mengatakan salah satu kesimpangsiuran data disebabkan perbedaan konversi jagung serta luas lahan. Sebagaian besar jagung disajikan dalam produksi nasional memiliki kadar air 27-28 %.

Sementara itu, jagung yang dibutuhkan oleh pasar air adalah jagung dengan kadar air di kisaran 14-15 %. "Bisa jadi informasi yang diterima mengenai produksi bisa beda karena kadar air," tutur Habibullah di sebuah webinar, Kamis (30/9).

Ke depan, BPS akan memperbaiki data pasokan jagung dengan mengumpulkan luas baku jagung serte membedakan kadar air.  Cara ini dilakukan untuk mengetahui volume produksi jagung nasional secara valid sehingga simpang siur data jagung tidak lagi menjadi polemik.

BPS akan memakai 21.965 Kerangka Sample Area (KSA) untuk mengetahui pasokan jagung nasional. Mereka  akan membagi luas panen berdasarkan tiga kategori yakni luas panen jagung hijauan, luas panen muda, dan luas panen jagung pipilan.

"Di lapangan sering kami alami seperti di Gunung Kidul (Yogyakarta), sudah ditanam jagungnya kok hilang. Ternyata jagung dipakai untuk pakan sapi. Ketika diskusi lalu saling klaim karena data bibit yang keluar sekian harusnya hasilnya sekian,"tutur Habibullah,

BPS juga kemudian akan membuat data produksi jagung berdasarkan tiga kategori yakni jagung tongkol kering, jagung pipilan kadar air 28%, serta jagung pipilan kadar air 14%.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies Aditya Alta  mengatakan untuk menghindari polemik, Kemendag dan Kementan seharusnya bisa memperjelas dasar dari perhitungan mereka dalam menyampaikan angka produksi ataupun data di pasar.

"Ketika mereka membuat statement sebenarnya mereka mengacu ke data apa sih. Kalau ketersediaan di pasar itu Kemendag sementara Kementan di produksi. Itu bukan excatly ada di pasar. Setelah dari petani itu processing-nya gimana, apa ada penyusutan?" tutur Aditya kepada Katadata, Minggu (3/10).

Bulog Akan Pasok Jagung

Oke Nurwan mengatakan untuk menekan harga jagung, Perum Bulog ditugaskan untuk melakukan pengadaan jagung sebanyak 30 ribu ton. Jagung kemudian akan distribusikan kepada peternak mandiri di gudang peternak dan koperasi dengan harga Rp4.500/kg sesuai harga acuan.

Pengadaan jagung dilakukan dengan optimailisasi produksi dalam negeri merujuk pada stok jagung Kementan yang dinilai cukup.

Keputusan lainnya adalah karena Bulog tidak boleh merugi maka diberikan kompensasi dan margin penugasan sesuai dengan tingkat kewajaran. Margin yang disepakati adalah 10%.

Apabila terdapat selisih harga perolehan Bulog dengan harga penugasan maka selisih harga tersebut akan diganti pemerintah melalui mekanime Dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan(CSHP).

"Ini sudah ditetapkan 30 ribu ton tapi masalahnya jagungnya belum ada," tutur Oke.

Oke menegaskan impor bukanlah pilihan pemerintah saat ini mengingat kebijakan tersebut akan ditentang banyak pihak.

Dengan memperhitungakan harga di negara asal dan pengangkutan, harga jagung impor juga tidak mudah yakni berada di kisaran Rp5.200/kg. Artinya, harga ini masih di atas harga acuan pemerintah.

Harga jagung di pasar internasional juga tengah naik karena ada persoalan kelangkaan kontainer, pandemi Covid-19, dan merangkaknya komoditas lain seperti bungkil kedelai dan soybena meal.

"Kalau kita buka kran impor, ributnya bukan,"tutur Oke.

Banjir akibat luapan air Bendungan Kalukku, Sulawei Barat, menyebabkan ratusan hektar lahan pertanian jenis tanaman jagung rusak dan dipanen lebih awal
(ANTARA FOTO/ Akbar Tado/foc.)



Kendati sudah menegaskan tidak akan membuka kran impor, sejumlah pihak meminta pemerintah untuk tidak anti impor agar harga segera terkendali.

Ketua Dewan Pembina Gabungan Asosiasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (Gopan), Tri Hardiyanto, mengatakan pemerintah bisa mengimpor jagung dalam jumlah yang tidak terlalu besar.

"Kita impor sedikit saja, tidak usah rame-rame. Petani ga akan maraj dan suplai kembali normal. Yang penting ketersediaan ada sehingga tidak terjad rush," tutur Try,  di sebuah webinar, pekan lalu.

Untuk menghindari kelangkaan yang sama di masa yang akan datang, Ketua Umum Gopan Herry Darmawan mengatakan pemerintah perlu membuat cadangan jagung nasional seperti halnya ada cadangan beras nasional. Langkah ini diperlukan untuk menstabilkan harga jagung baik saat komoditas tersebut harganya turun ataupun naik tajam.

Seperti diketahui, Indonesia sudah memiliki aturan mengenai cadangan beras nasional yang saat ini ditugaskan kepada Bulog. Bulog akan menyerap beras saat harganya turun kemudian melakukan operasi pasar saat harganya naik untuk menstabilkan harga dengan mengeluarkan cadangannya.

Herry mengatakan angka cadangan jagung nasional yang ideal adalah sekitar 500 ribu ton.

Sementara itu, untuk jangka panjang, Aditya mengatakan pemerintah perlu terus memperbaiki konektivitas wilayah agar harga jagung di Indonesia lebih merata. Menurutnya, mengatakan faktor geografi yang luas juga membuat harga jagung di Indonesia tidak bisa seragam.

Harga jagung di sentra produksi seperti di Provinsi Gorontalo berkisar Rp3.800-4.800/kg sementara di pusat peternakan seperti di Jawa Timur harganya mendekati di atas Rp5.000/kg.

Pemerintah juga perlu membantu petani untuk memperbaiki produktivitas jagung nasional. Aditya mengatakan mahalnya jagung lokal tidak bisa dilepaskan dari skala usaha nya yang masih sangat terbatas.

Hampir 90% petani Indonesia hanya memiliki lahan kurang dari dua hektare. Ini berbeda dengan petani Amerika Serikat yang rata-rata adalah petani besar dengan kepemilikan lahan yang lebih dari 2 hektare. "Petani di sini mayoritas, tapi luas lahannya sangat kecil sehingga tidak bisa berinvestasi teknologi dengan baik. Efisiensi kurang dan berada di posisi yang lemah," ujarnya.