Plus-Minus Rencana Besar IBC Akuisisi Mobil Listrik StreetScooter

123RF.com/Petovarga
Ilustrasi tiga mobil listrik sedang mengisi daya.
8/12/2021, 14.22 WIB

Alasan akuisisi untuk memiliki keahlian di bidang kendaraan listrik dinilai tidak masuk akal. “Banyak engineer Indonesia bekerja di perusahaan mobil listrik, tinggal dibajak saja, bukan beli seluruh perusahaan," ujarnya.  

Konsorsium perguruan tinggi di Indonesia sebenarnya sudah melakukan riset dan mengembangkan prototipe mobil listrik nasional (Molina). Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyarankan agar para BUMN mengakuisisi saja teknologi tersebut.

“Apakah Kementerian BUMN dan IBC mempertimbangkan adanya opsi ini, ketimbang membeli perusahaan yang tidak jelas teknologi dan daya saingnya," kata Fabby.

IBC, menurut dia, lebih baik fokus pada produksi baterai dan melakukan kerja sama dengan produsen mobil listrik dari Korea, Tiongkok, dan lainnya. Kemudian, perusahaan dapat melakukan riset pengembangan teknologi baterai untuk mengantisipasi kebutuhan baterai di masa depan.

StreetScooter masih tergolong pemain “hijau” di industri mobil listrik. Perusahaan baru memiliki empat hak paten, Sedangkan kompetitornya sudah memiliki puluhan hak paten. “Risikonya terlalu tinggi. Kenapa harus membeli perusahaan yang tidak memiliki teknologi dasar?” katanya.

Sebagai informasi, pada saat pembentukan IBC pada 26 Maret 2021, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut holding tersebut akan fokus pada bisnis baterai listrik dari hulu hingga hilir. Nantinya, produk baterai yang dihasilkan tidak hanya fokus untuk mobil listrik saja. 

Kendaraan roda dua juga bakal menjadi konsumen IBC. Targetnya, Indonesia menjadi pemimpin untuk pembuatan baterai kendaraan roda dua dan baterai stabilisator pembangkit listrik energi terbarukan.

Keraguan terkait akuisisi StreetScooter diutarakan pula oleh pengamat otomotif Bebin Djuana. IBC lebih baik teguh pada core business perusahaan, yaitu memproduksi baterai listrik. 

Saat ini tidak ada satu pun perusahaan yang memborong bisnis dari produksi baterai hingga ke produksi kendaraan listrik. “Mobil listrik hanya membutuhkan satu per lima bagian dari mobil berbahan bakar bensin yang kita kenal sekarang. Jadi tidak terlalu rumit, tapi pendalaman teknologinya yang menjadi kunci,” kata Bebin.

Produsen EV asal AS, Tesla, saat ini berhasil mengungguli bisnis mobil listrik secara global. Padahal perusahaan tidak memiliki pengalaman di dunia otomotif. Cina dan Korea Selatan telah unggul dalam produksi kendaraan listrik berbiaya rendah. “Kenapa tidak bekerja sama dengan perusahaan ini?” ucapnya. 

Opsi akuisisi tersebut juga sangat disayangkan. Pemerintah seolah tak melihat riset mobil listrik yang perguruan tinggi kerjakan selama hampir 10 tahun, sejak 2012. Molina saat ini sudah berhasil membangun prototipenya.

Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menyebut, produksi mobil listrik terhitung lebih simpel daripada produksi mobil berbahan bakar fosil. 

Pada mobil biasa ada sekitar 1700 sampai 4000 komponen, tergantung kelas kendaraan. Sedangkan kendaraan listrik, hanya tiga komponen penting. “Nomor satu, baterai. Kedua, dinamo elektrik. Lalu, controlling unit. Sudah, sisanya bodi,” kata Yannes. Berkat sedikitnya komponen, produk kendaraan listrik nyaris maintenance free

PLN uji coba mobil listrik rute Jakarta-Bandung. (PLN)

Kisruh Akuisisi StreetScooter

Kritik terkait akuisisi StreetScooter juga sempat diutarakan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama mengkritik rencana itu. Rencana ini dinilai tidak memiliki basis valuasi yang kuat untuk direalisasikan.

Pertamina, yang memiliki 25% saham di IBC, telah mengajukan proposal akuisisi itu kepada Dewan Komisaris. “Narasinya apa harus beli mobil listrik di Jerman, supaya bisa masuk ke pasar Amerika, Cina? Itu yang saya bilang hati-hati,” kata pria yang akrab disapa Ahok tersebut dalam kanal Youtube-nya, pertengahan bulan lalu. 

Keinginan untuk memperluas pasar di dua negara tersebut, menurut dia, tidak masuk akal. Tesla sudah menguasai konsumen kendaraan listrik di Negeri Abang Sam. Lalu, Wuling Motors mendominasi di Negeri Panda. 

Ahok justru mendorong potensi dalam negeri. Selama ini pengembangan kendaraan listrik domestik sudah dikerjakan oleh Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). “Kalau Anda masih kurang mengerti, kenapa enggak mengajak Wuling, seperti Hyundai menjadi Bimantara,” ucapnya. 

Kritik itu lalu berbalas teguran dari Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. “Yang tidak setuju dengan pikiran besar transformasi ekonomi ini, saya harap agar minggir,” katanya pada Rabu lalu. “Kita mau maju terus sebagai negara. Jangan halangi konsep negara.”

Selama ini upaya pengembangan kendaraan listrik, menurut dia, tidak berjalan mulus. Salah satunya adalah karena ada oknum yang menghalangi. "Kalau mau bangun negara, jangan seperti rumah kos tapi harus berpikir gede. Kalau enggak bangun sendiri atau akuisisi yang sudah punya,” katanya.

Di tengah kisruh tersebut, dua direktur utama perusahaan pelat merah yang tergabung dalam IBC dicopot. Pertama, Direktur Utama MIND ID yang berganti dari Orias Petrus Moedak menjadi Hendi Prio Santoso (sebelumnya Direktur Utama Semen Indonesia).

Yang teranyar, pada awal pekan ini Zulkifli Zaini dicopot dari jabatan Direktur Utama PLN. Penggantinya adalah Darmawan Prasodjo yang sebelumnya menjadi Wakil Direktur Utama PLN. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Maesaroh