Advertisement
Advertisement
Analisis | Rentannya Nyawa Tenaga Kesehatan Seiring Lonjakan Kasus Covid-19 Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Rentannya Nyawa Tenaga Kesehatan Seiring Lonjakan Kasus Covid-19

Foto:
Peningkatan kasus Covid-19 berbanding lurus dengan lonjakan kematian tenaga kesehatan di Indonesia. Data Amnesty Internasional per 4 September sebanyak 181 tenaga kesehatan gugur. 112 di antaranya adalah dokter.
Dimas Jarot Bayu
9 September 2020, 10.17
Button AI Summarize

"Ini yang kita rasakan kesiapannya bervariasi. Ada yang cukup antisipatif, ada juga yang sebaliknya tidak siap menghadapi situasi pandemi saat ini," kata Halik kepada Katadata.co.id terkait kesiapan fasilitas kesehatan menghadapi lonjakan kasus Covid-19.

Dengan kerentanan yang meningkat, alat pelindung diri atau APD yang didistribusikan pemerintah justru masih paling banyak berupa masker bedah, yakni  23.609.799 buah. Sedangkan masker N95 dan kacamata googles yang menjadi seragam APD level 2 justru lebih sedikit. Belum lagi kualitasnya masih dipertanyakan, seperti halnya disoroti Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid pada Jumat (4/9) lalu.

Made with Flourish

IDI dan IAKMI sempat menyoroti terkait kurangnya tes Polymerase Chain Reaction (PCR) berkala kepada tenaga kesehatan sebagai penyebab semakin bertambahnya kasus kematian. Hanya, sampai saat ini belum ada data pasti tingkat tes PCR terhadap tenaga kesehatan. Meski begitu, jika melihat tingkat tes nasional yang masih minim dan terkonsentrasi di Jakarta, sangat mungkin sorotan kedua organisasi itu benar.   

Pemerintah melalui Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pernah berjanji mengurangi jam kerja tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. "Beban kerja dari tenaga kesehatan kembali perlu dirasionalisasi," kata Wiku di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (3/9).

Pemerintah pun akan melakukan penggolongan pasien di rumah sakit dan memastikan tenaga kesehatan mendapatkan cukup remunerasi. Khusus tenaga kesehatan yang memiliki penyakit penyerta, Wiku meminta mereka untuk tidak melakukan praktik yang berkontak langsung dengan pasien, tapi memanfaatkan layanan telemedisin.

Mungkinkah janji itu terpenuhi dan tenaga kesehatan bisa lebih terjaga? Mari kita buktikan bersama.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi