Advertisement
Advertisement
Analisis | UU Cipta Kerja Belum Menjamin Buka Banyak Lapangan Kerja Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

UU Cipta Kerja Belum Menjamin Buka Banyak Lapangan Kerja

Foto: Joshua Siringo/Katadata
Pemerintah berharap omnibus law UU Cipta Kerja mampu membuka lebih banyak lapangan pekerjaan melalui peningkatan investasi. Padahal, mengacu data BKPM, realisasi investasi dalam rentang 2016-2019 meningkat, tapi serapan tenaga kerja justru menurun. Mengapa?
Dimas Jarot Bayu
14 Oktober 2020, 15.00
Button AI Summarize

Padahal, sektor manufaktur merupakan industri padat karya yang lebih banyak merekrut tenaga kerja. Sebaliknya, sektor jasa rata-rata merupakan industri padat modal yang minim penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi pekerja dari sektor manufaktur sebesar 14,96% pada 2019. Ini merupakan yang tertinggi ketiga dari 17 sektor yang ada. Jumlah tenaga kerja paling besar berasal dari industri makanan, industri pakaian jadi, dan industri kayu, barang dari kayu dan gabus, serta barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya.

Selain itu, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pada awal Februari lalu pernah menyatakan investasi yang masuk ke Tanah Air lebih banyak menggunakan teknologi tinggi. Padahal, keterampilan yang dimiliki tenaga kerja di Indonesia masih rendah.

Rendahnya keterampilan terlihat dari besarnya jumlah tenaga kerja yang berpendidikan tertinggi hanya sampai sekolah dasar (SD). BPS mencatat 50,95 juta tenaga kerja dengan tingkat pendidikan terakhir SD ke bawah pada Februari 2020. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan di atasnya.  

Akibat dari rendahnya jumlah tenaga kerja terampil adalah produktivitas pekerja Indonesia kalah dari beberapa negara tetangga di Asia Tenggara. Berdasarkan data Asian Productivity Organization pada 2016, produktivitas tenaga kerja dalam negeri masih sebesar US$ 24,9 ribu terhadap total PDB per tahun. Berada di bawah Singapura, Malaysia, Sri Lanka, dan Thailand.

Atas dasar itu, pemerintah seharusnya terlebih dahulu meningkatkan keterampilan tenaga kerja ketimbang menggenjot investasi melalui UU Cipta Kerja. Niscaya produktivitas mereka akan meningkat. Alhasil, angkatan kerja akan semakin banyak yang terserap ke industri.

Sejauh ini, upaya mendorong keterampilan tenaga kerja di Indonesia tak cukup banyak disinggung dalam BAB IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja. Salah satu upaya meningkatkan keterampilan tenaga kerja yang tampak dengan mengadakan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, program tersebut akan memberikan manfaat bagi tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), salah satunya berupa pelatihan kerja. “Yang paling penting ketika dia di-PHK, membutuhkan skill baru. Maka, diberikan reskilling, up skilling,” kata Ida dalam konferensi pers virtual, Rabu 7 Oktober.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi