Advertisement
Advertisement
Analisis | Apa Penyebab Kondisi Korupsi di Indonesia Memburuk? Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Apa Penyebab Kondisi Korupsi di Indonesia Memburuk?

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2020 turun tiga poin menjadi 37. Ini menunjukkan kondisi korupsi memburuk. Apa penyebabnya?
Dimas Jarot Bayu
8 Februari 2021, 10.12
Button AI Summarize

Sementara itu, dalam laporan TI, poin Indonesia di tiga indeks penyusun tercatat stagnan. Indikator World Economic Forum (WEF) EOS yang terkait dengan penyuapan dan gratifikasi tetap sebesar 46 poin. Lalu, Bertelsman Foundation Transformation Index (BFTI) yang terkait dengan hukuman bagi pejabat publik pelaku korupsi dan upaya pemerintah menanggulangi korupsi tetap 37 poin.

Skor indikator Economist Intelligence Unit (EIU) juga tetap 37 poin. Indikator ini  terkait akuntabilitas prosedur keuangan negara yang disalahgunakan pejabat untuk pribadi atau partai.      

Skor Indoneia hanya naik di indikator World Justice Project (WJP)-Rule of Law Index, yakni menjadi 23 poin. Indikator ini terkait penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi oleh pemerintah.

Namun, skor WJP-ROL Index tak mampu mengerek skor IPK Indonesia pada 2020. Hal ini karena skor WJP-ROL Index Indonesia selalu di bawah rerata skor IPK tahunan dalam lima tahun terakhir.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penurunan skor IPK Indonesia lantaran orientasi pemerintah merumuskan kebijakan antirasuah tidak jelas. Salah satunya tampak dari revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  

ICW menilai revisi tersebut telah melemahkan KPK dalam dua tahun terakhir, setidaknya dari sisi penindakan.

Pada 2018, KPK tercatat telah melakukan 164 penyelidikan, 199 penyidikan, 151 penuntutan, 104 putusan inkrah, dan mengeksekusi 113 putusan. Setahun setelahnya, KPK hanya melakukan 79 penyelidikan, 63 penyidikan, 73 penuntutan, 87 putusan inkrah, dan mengeksekusi 78 putusan.

Pada 2020, KPK melakukan 111 penyelidikan, menyidik 91 penyidikan, 75 penuntutan, 92 putusan inkrah, dan mengeksekusi 108 putusan. Statistik penindakan pada 2020 memang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, kendati masih jauh di bawah 2018 atau sebelum revisi UU KPK.

Terkait hal ini, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menuntut pemerintah memperkuat aturan pemberantasan korupsi. Salah satunya dengan memasukkan seluruh RUU yang bisa menguatkan KPK ke prioritas legislasi nasional.

Adnan juga meminta pemerinta lebih mengedepankan kemajuan dan hasil dari implementasi Program Strategi Nasoinal Pencegahan korupsi (Stranas PK) ketimbang aspek seremonialnya.

“Presiden harus bertanggung-jawab penuh untuk memastikan bahwa program pencegahan korupsi berjalan efektif di semua lembaga pemerintahan, termasuk BUMN dan BUMD,” kata Adnan dalam keterangan tertulisnya pada 28 Januari 2021 lalu.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi tak akan berkurang meski skor IPK Indonesia pada 2020 menurun. Menurutnya, wujud komitmen itu dengan membangun Stranas PK bersama KPK.

Moeldoko mengatakan, komitmen lain terlihat dari Presiden Jokowi yang berulang kali meminta agar tak ada sekali pun korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan pemotongan hak rakyat.

“Jangan korupsi dana kesehatan, jangan memburu rente pengadaan barang jasa,” ujar Moeldoko dalam keterangan tertulisnya.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi