Advertisement
Advertisement
Analisis | Bolong-bolong PPKM Darurat Meredam Ledakan Covid-19 Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Bolong-bolong PPKM Darurat Meredam Ledakan Covid-19

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Pemerintah menerapkan PPKM Darurat untuk meredam ledakan kasus Covid-19 di Indonesia. Namun, jumlah kasus terus meningkat hingga menembus 3 juta kasus. Begitu pula rata-rata rasio positif masih tinggi di atas 30%, sedangkan rasio lacak masih rendah. Apa penyebab tumpulnya pengetatan PPKM tersebut?
Annissa Mutia
23 Juli 2021, 06.05
Button AI Summarize

“Jadi, menurut saya, sebaiknya pemerintah tidak buru-buru menyatakan PPKM Darurat ini berhasil atau gagal hanya dengan melihat angka kasus harian dan BOR. Tanpa melihat apa di belakang angka-angka tersebut,” ujar Yanuar kepada Katadata.co.id, Rabu 21 Juli 2021.

Jumlah pemeriksaan Covid-19 pun jauh dari target 400 ribu per hari. Kemenkes mencatat, angka tes Covid-19 sempat mencapai 188.551 orang pada 17 Juli 2021, tetapi kemudian mengalami penurunan menjadi 116.674 pada 20 Juli 2021 yang menjadi hari terakhir pelaksanaan PPKM Darurat. Artinya,  secara rata-rata, jumlah orang yang dites selama PPKM Darurat pada 3-20 Juli 2021 pun hanya sekitar 140 ribu orang per hari.  

“Terkait capaian testing, tiga hari terakhir, hanya empat kabupaten kota yang mencapai target di atas 90%, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, DIY, Surakarta, Sumenenp,” ujar Siti Nadia.

Indikator lain belum optimalnya pelaksanaan PPKM Darurat, menurut Yanuar, adalah kurangnya dukungan pemerintah terhadap masyarakat. Terutama melalui skema perlindungan sosial.

Seharusnya perlindungan sosial untuk masyarakat, serta pemberian insentif untuk tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan diberikan bersamaan sejak awal PPKM Darurat diberlakukan.

“Tapi dari berbagai laporan masyarakat dan media, kita tahu bahwa banyak masyarakat yang seharusnya berhak mendapatkan perlindungan sosial ini tidak mendapatkannya,” kata Yanuar.

“Bukan hanya selama PPKM Darurat, bahkan sejak jauh sebelumnya. Demikian juga dengan insentif fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan telat berbulan-bulan.”

Yanuar berpendapat, jika situasi ini dibiarkan, maka akan memberi sinyal kepada masyarakat bahwa PPKM menyengsarakan hidup mereka. Padahal ini karena pemerintah terlambat menyalurkan bantuan sosial.

Senada disampaikan epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono, bahwa pemerintah perlu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menekan penularan. Sebab, partisipasi masyarakat saat ini masih rendah. "Yang penting implementasi PPKM darurat. Itu menjadi kunci perbaikan pandemi," ujar dia.

Perlu Pembatasan dari Hulu ke Hilir

Belum optimalnya pelaksanaan PPKM Darurat bukan berarti pembatasan mobilitas harus diakhiri. Justru implementasi PPKM lanjutan, yaitu level 4 perlu diperbaiki dengan monitor dan evaluasi.

Pandu mengusulkan agar pemerintah melakukan evaluasi PPKM secara rutin, setiap satu atau dua pekan. "Saat ini monitor dan evaluasinya belum ada. Ini pencegahannya lemah," katanya.

Yanuar pun setuju dengan perpanjangan PPKM level 4 sebagai upaya menekan aktivitas masyarakat. Khususnya di sektor formal seperti perkantoran dan sekolah, yang diharapkan mengurangi penularan virus varian baru. Meski dia pun tidak menampik, pembatasan sosial di sektor informal seperti pasar dan pengusaha UMKM lebih sulit dilakukan. Ini tidak lepas karena upaya masyarakat bertahan hidup.  

“PPKM mesti diteruskan hingga kurva kasus pandemi sungguh terbukti melandai. PPKM ada di hulu untuk membatasi pergerakan, tetapi di hilir harus terus digenjot testing, tracing, treatment, prokes, dan vaksinasi,” ucap Yanuar.

Lebih lanjut, Yanuar menegaskan, agar pelaksanaan PPKM di daerah berjalan lancar, pemerintah daerah (pemda) harus mempunyai pemahaman yang substansial mengenai pandemi ini. Pemantauan dan evaluasi PPKM level 4 juga perlu dilakukan oleh pemda.

“Pemda harus memastikan warga mengurangi mobilitas seketat-ketatnya dan memastikan penyaluran berbagai skema perlindungan sosial tersebut secepat-cepatnya,” kata Yanuar.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira