Advertisement
Advertisement
Analisis | Tren Adopsi Uang Kripto di Dunia, Bagaimana Indonesia? Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Tren Adopsi Uang Kripto di Dunia, Bagaimana Indonesia?

Foto: Joshua Siringo ringo/Ilustrasi/Katadata
Adopsi mata uang kripto di berbagai negara sebagai aset investasi makin semarak belakangan ini. Bahkan, negara Amerika Latin, El Salvador, mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Lantas, bagaimana adopsi mata uang kripto dan peluangnya di Indonesia?
Annissa Mutia
11 September 2021, 06.51
Button AI Summarize

Sementara adopsi kripto global telah meningkat 881% pada tahun lalu.  Vietnam dan India kembali memimpin sebagai negara yang paling banyak mengadopsi mata uang kripto, menurut laporan 2021 Chainalysis Global Crypto Adoption Index.

Seperti halnya laporan Finder.com, Chainalysis menemukan sebagian dari 20 negara teratas yang banyak mengadopsi mata uang kripto merupakan negara berkembang, termasuk Togo, Kolombia, dan Afghanistan.

Indonesia tidak masuk dalam deretan negara tersebut, tetapi Chainanalysis memberikan skor indeks 0,1 kepada Indonesia. Salah satu yang tertinggi. 

Chainalysis menilai tingkat adopsi yang terus meningkat di negara berkembang karena uang kripto dianggap sebagai cara cepat memperoleh pendapatan. Laporan itu menyebutkan, negara-negara seperti Kenya, Nigeria, Vietnam, dan Venezuela memiliki volume transaksi yang besar pada platform peer-to-peer atau P2P jika disesuaikan dengan paritas daya beli per kapita dan populasi pengguna internet.

Banyak penduduk negara-negara ini beralih ke cryptocurrency untuk meningkatkan tabungan. Terutama dalam menghadapi devaluasi mata uang, serta untuk mengirim dan menerima pengiriman uang, serta melakukan transaksi bisnis.

Meneropong Masa Depan Cryptocurrency di Indonesia

Menurut Kementerian Perdagangan, transaksi aset kripto di Indonesia mengalami lonjakan luar biasa. Per Juli 2021, jumlah pelanggan kripto sudah mencapai 7,4 juta orang, tumbuh hampir dua kali lipat dari tahun lalu yang jumlah pelanggannya baru mencapai 4 juta orang.

Begitupun dengan nilai transaksinya yang meningkat menjadi Rp 478,5 triliun hingga Juli 2021, naik signifikan dari 2020 yang angkanya Rp 65 triliun.

Beberapa jenis aset kripto yang banyak diminati di Indonesia antara lain Bitcoin, Ethereum, dan Cardano. Kendati demikian, transaksi kripto di Indonesia masih tergolong kecil, yakni hanya 1% dari transaksi volume global.

Masih rendahnya nilai transaksi ini menunjukkan transaksi kripto di Indonesia masih menghadapi tantangan. Apalagi Bank Indonesia (BI) menyatakan akan membuat uang digital atau melakukan digitalisasi rupiah.

Kendati begitu, potensi kripto di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari mulai bermunculan lokapasar untuk investasi aset kripto. Tokocrypto misalnya, yang menduduki peringkat pertama Spot Exchange aset kripto teratas di Indonesia dan ke-28 di dunia berdasarkan Coinmarketcap. Peringkat ini diberikan berdasarkan beberapa faktor, yaitu likuiditas rata-rata berdasarkan aktivitas perdagangan, serta volume perdagangan hariannya. 

Tercatat, per 8 September 2021, Tokocrypto mempunyai volume transaksi sebanyak Rp 1.268 triliun dengan likuiditas 446. Sementara Indodax menempati urutan platform aset kripto terbaik kedua. Volume transaksinya sebesar Rp 1.765 triliun dengan likuiditas sebesar 197.

Melansir Katadata.co.id, Kemendag memastikan bahwa aset kripto bukan mata uang tetapi komoditas. Pemerintah berencana membuat regulasi dan akan membentuk bursa kripto. Itu dilakukan guna membangun ekosistem yang memberikan jaminan keamanan bagi transaksi kripto.

 Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Indrasari Wisnu Wardhana menargetkan bursa aset kripto bisa beroperasi pada 2021. Di samping itu, Bappebti juga menyiapkan lembaga kliring dan depository (tempat penyimpanan aset) untuk mendukung ekosistem aset kripto Tanah Air. 

“Bursa sedang dalam proses, target kami dari Bappebti paling lambat akhir 2021 sudah ada bursanya dan sudah berjalan,” kata Wisnu dalam diskusi daring “Mengelola Demam Aset Kripto”.


Adapun tahapannya, Bappebti akan terlebih dahulu merilis bursa aset kripto. Kemudian disiapkan lembaga kliring dan depository.

Kehadiran lembaga kliring bertujuan untuk menyimpan 70% dana atau likuiditas milik pedagang kripto berizin. Gunanya ketika terjadi gagal bayar (default) dari pedagang kripto, maka dana tersebut akan digunakan untuk membayarkan dana nasabah.

Berbeda dengan investasi saham yang mengharuskan investor memiliki single investor identification (SID), untuk bursa kripto para pedagang aset kripto berizin menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) sebagai dasar informasi nasabah. Penggunaan KTP tersebut menurut Wisnu sudah cukup, sehingga tidak memerlukan lagi adanya SID.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira