Advertisement
Advertisement
Analisis | Hambatan PeduliLindungi Menjadi SuperApps di Masa Normal Baru Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Hambatan PeduliLindungi Menjadi SuperApps di Masa Normal Baru

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Penggunaan aplikasi PeduliLindungi sebagai syarat mendapatkan layanan publik di masa pandemi Covid-19 terhambat oleh masih rendahnya akses digital di masyarakat. Pemerintah perlu mencari alternatif yang konvensional untuk memudahkan masyarakat.
Dimas Jarot Bayu
28 September 2021, 16.02
Button AI Summarize

Katadata Insight Center (KIC) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menyusun indeks literasi digital di Indonesia pada 2020. Indeks tersebut berdasarkan empat sub-indeks yang mengacu pada laporan Unesco bertajuk A Global Framework of Reference on Digital Literacy Skills, antara lain informasi dan literasi data, komunikasi dan kolaborasi, keamanan, dan kemampuan teknologi.

Hasil survei tersebut menunjukkan, skor indeks literasi digital Indonesia sebesar 3,47 dari skala 0-5 pada tahun lalu. Ini berarti tingkat literasi digital di tanah air masuk kategori sedang.

Secara rinci, skor sub-indeks keamanan dan kemampuan teknologi tercatat menjadi yang paling tinggi, yakni masing-masing sebesar 3,66. Sub-indeks komunikasi dan kolaborasi tercatat memiliki skor sebesar 3,38. Sedangkan, sub-indeks informasi dan literasi digital hanya memiliki skor sebesar 3,17.

Berdasarkan wilayahnya, Indonesia wilayah tengah memiliki skor indeks literasi digital paling tinggi, yakni 3,57. Sementara, skor indeks literasi digital di Indonesia wilayah timur menjadi yang terendah, yakni 3,44. 

Melihat data tersebut, epidemiolog dari Grifftih University Dicky Budiman meminta pemerintah tidak mewajibkan PeduliLindungi sebagai aplikasi pelacakan corona, serta syarat mengakses layanan dan ruang publik. Menurut dia, penggunaan aplikasi tersebut sementara waktu ini lebih baik bersifat sukarela.

“Rencana perluasan penerapan PeduliLindungi ini memang perlu (untuk pelacakan corona, namun sifatnya itu jangan dulu mandatori,” kata Dicky kepada Katadata.co.id pada Senin, 27 September 2021.

Jika pemerintah tetap mewajibkan penggunaan PeduliLindungi, Dicky menilai perlu ada opsi alternatif lain yang bersifat konvensional. Sebagai contoh, dia menyarankan adanya kartu fisik bagi orang-orang yang tidak memiliki smartphone atau tak memasang PeduliLindungi di gawai mereka.

Dengan demikian, masyarakat tetap bisa mengakses layanan atau ruang publik tanpa perlu khawatir tak memiliki aplikasi PeduliLindungi. “Kalau tetap diwajibkan tanpa ada kompensasi, nanti merugikan dan mempersulit kita sendiri,” kata dia.

Adapun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memahami bahwa masih ada masyarakat yang tidak memiliki smartphone atau kesulitan mengunduh PeduliLindungi di gawai mereka. Atas dasar itu, pemerintah tidak akan mewajibkan PeduliLindungi untuk mengakses layanan transportasi publik, khususnya pesawat dan kereta api pada Oktober 2021.

Chief Digital Transformation Office Kemenkes Setiaji mengatakan, status hasil tes polymerase chain reaction (PCR) atau antigen serta sertfikat vaksin yang menjadi syarat bepergian nantinya bisa dilihat melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) saat membeli tiket.

“Sehingga tanpa menggunakan handphone pun itu bisa diidentifikasi bahwa yang bersangkutan sudah memiliki vaksin dan ada hasil tesnya (PCR atau antigen),” kata Setiaji dalam rilis resmi Kemenkes pada Sabtu, 25 September 2021.

Lebih lanjut, Kemenkes akan menjadikan fitur dalam PeduliLindungi bisa diakses di aplikasi lainnya mulai bulan depan. Setiaji mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan platform digital, mulai dari Gojek, Grab, Tokopedia, Traveloka, Tiket, Dana, Cinema XXI, LinkAja, hingga Jaki untuk memasang fitur PeduliLindungi.

“Jadi aplikasi yang paling banyak digunakan itu kan, seperti Gojek, Grab, Tokopedia dan lain sebagainya itu bisa digunakan untuk masuk ke berbagai macam fitur yang ada di PeduliLindungi,” kata dia.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira