Advertisement
Advertisement
Analisis | Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia Mampu Mengungguli Negara Tetangga Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia Mampu Mengungguli Negara Tetangga

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Produktivitas tenaga kerja Indonesia sering dianggap rendah. Berdasarkan data ILO, produktivitas pekerja negara ini berada di peringkat kelima di Asia Tenggara. Perhitungan tersebut mengacu pada nilai agregat, atau keseluruhan tenaga kerja. Namun, jika disisir per sektor usaha, produktivitas pekerja Indonesia lebih tinggi di beberapa bidang.
Andrea Lidwina
17 Februari 2023, 08.28
Button AI Summarize

Produktivitas Tenaga Kerja Informal Masih Rendah

Produktivitas tenaga kerja di beberapa sektor informal masih jadi momok bagi Indonesia. Misalnya, seorang pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya menghasilkan US$1,8 atau Rp27 ribu per jam pada 2020. Angkanya relatif stagnan pada dua tahun berikutnya.

Menurut ekonom Bank Pembangunan Asia (ADB) Emma Allen, rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia di sejumlah sektor salah satunya disebabkan upah sebenarnya (real wages) yang diterima tiap pekerja belum sejalan dengan tingkat produktivitasnya.

Meski begitu, Allen mengatakan meski upah minimum meningkat lebih cepat, ketidakpatuhan pemberi kerja terhadap undang-undang juga tinggi. Akibatnya, “satu dari dua pekerja di Indonesia berpenghasilan di bawah ambang batas yang sah” pada 2016.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), upah nominal harian buruh tani tercatat sebesar Rp58.536 pada Agustus 2022. Angka itu meningkat 2,9% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian, kenaikan upah itu sebetulnya sudah lebih baik dari pertumbuhan produktivitas.

Namun, belum sebanding dengan peningkatan upah minimum, lantaran pertanian termasuk di sektor informal. Adapun, rata-rata upah minimum secara nasional tercatat sebesar Rp2.929.225 per bulan pada 2023, meningkat 7,3% secara tahunan.

Sementara, menurut Tadjoeddin dalam artikel “Earnings, productivity and inequality in Indonesia” di jurnal The Economic and Labour Relations Review (2016), upah yang rendah atau tidak sejalan dengan produktivitas kemungkinan disebabkan para pekerja kurang terdidik dan tidak terampil.

BPS mencatat mayoritas tenaga kerja sektor pertanian memang cuma menempuh pendidikan dasar per Agustus 2022. Rinciannya, sebanyak 23,7% pekerja tidak atau belum tamat SD dan sebanyak 38,7% pekerja lulus SD. Adapun, sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak di Indonesia, yakni 38,7 juta orang, atau 28,6% dari total tenaga kerja nasional. 

Jika dibandingkan dengan sektor real estate, yang memiliki tenaga kerja paling produktif di Indonesia, para pekerjanya menempuh pendidikan lebih tinggi. Sebanyak 29,2% tenaga kerja lulus SMA, lalu yang tamat hingga bangku universitas pun mencapai 17,9% dari total tenaga kerja di sektor ini.

Hal serupa juga terlihat di sektor formal lain, seperti sektor informasi dan komunikasi. Sebanyak 31,4% pekerja di sektor ini lulusan perguruan tinggi, menjadi yang tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.

Karena itu, sejalan dengan argumen Allen dan Tadjoeddin, upah yang diterima pekerja di sektor formal dengan pendidikan tinggi pun lebih besar dari upah buruh tani dan upah minimum. Nilainya rata-rata mencapai Rp3.070.756 per bulan pada Agustus 2022, naik 12,2% secara tahunan. Kemudian, tingkat produktivitas tenaga kerja di dua sektor tersebut tercatat selalu melebihi angka agregat nasional.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira