Advertisement
Advertisement
Analisis | Fenomena Maraknya Kejahatan ‘Klitih’ di Yogyakarta - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Fenomena Maraknya Kejahatan ‘Klitih’ di Yogyakarta

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Karakter budaya masyarakat Yogyakarta yang dikenal ramah dan sopan santun seolah tercoreng dengan maraknya aksi "klitih". Aksi ini banyak dilakukan anak-anak muda di jalanan, dan menyerang orang tidak dikenal dengan senjata tajam. Fenomena ini sekaligus menggambarkan tingginya risiko tindak kejahatan yang menimpa warga Yogyakarta.
Vika Azkiya Dihni
5 April 2023, 09.20
Button AI Summarize

Fenomena “klitih” yang marak terjadi di Yogyakarta seolah berlawanan dengan karakter budaya di wilayah itu. Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar. Banyak institusi pendidikan yang berdiri di daerah tersebut sehingga menjadi daya tarik pelajar dari berbagai daerah untuk menimba ilmu di kota ini.

Masyarakat Yogyakarta pun dikenal ramah dan sopan-santun dalam berucap maupun bertingkah laku. Namun maraknya kejahatan di kota ini membuatnya menjadi salah satu wilayah yang paling rawan di Pulau Jawa. 

Bentuk kejahatan yang cukup marak dan meresahkan warga Yogya belakangan ini adalah kejahatan jalanan atau yang dikenal dengan istilah klitih.

Mengutip LM Psikologi UGM, kata klitih berasal dari bahasa Jawa yang berarti aktivitas untuk mencari angin di luar rumah. Klitih diambil dari sebutan “Pasar Klitikan” Yogyakarta yang diartikan sebagai aktivitas santai sambil mencari barang bekas yang dalam bahasa Jawa berarti “klitikan”. 

Tidak ada konotasi negatif pada makna asli klitih. Namun berjalannya waktu, istilah klitih mengalami pergeseran makna sebagai tindakan kejahatan.

(Baca juga: Cek Data: Benarkah Warga Yogyakarta Bahagia Walaupun Miskin?)

Pada banyak kasus, pelaku klitih merupakan sekelompok remaja atau pelajar yang menggunakan senjata tajam. Dilakukan pada tengah malam hingga dini hari, banyak di antaranya merenggut nyawa korban.

Tujuan aksi klitih adalah ingin menunjukkan jati diri mereka dengan cara melukai korban. Padahal pelaku dan korban tidak saling mengenal.

Kasus Klitih di Yogyakarta

Baru-baru ini aksi klitih terulang kembali. Polresta Yogyakarta mengamankan 15 pelaku klitih pada 26 Maret 2023. Sembilan di antaranya masih di bawah umur. 

Aksi yang terjadi di Jalan Tentara Rakyat Mataram, Bumijo, Jetis itu menyebabkan korban yang masih berusia 15 tahun kritis dan menjalani perawatan serius di Rumah Sakit Dokter Sardjito.

Kejadian yang terjadi di Bumijo menambah panjang daftar kasus klitih di Yogyakarta dalam beberapa bulan terakhir. Kapolda DIY Irjen Pol. Suwondo Nainggolan mengatakan, sepanjang Januari-Februari 2023 terdapat 76 anak di bawah umur yang terlibat klitih

“Data terus kami perbarui hingga sampai detail-detailnya. Agar dapat dilakukan pemetaan yang rinci, terutama ke tempat rawan terjadinya supaya bisa dicegah,” kata Suwondo seperti dikutip dari Harian Jogja.

Peningkatan kasus kejahatan jalanan di Yogyakarta juga terlihat pada periode 2020-2021. Menurut catatan dari Polda DIY, terdapat 52 kasus klitih pada 2020. Angka ini meningkat menjadi 58 kasus pada tahun berikutnya.

Klitih merupakan sebagian kecil dari tindak kejahatan di Yogyakarta. Jika melihat data satu dekade terakhir, angka kejahatan di kota ini sebetulnya sudah berhasil ditekan. Pada 2012, tindak kejahatan konvensional mencapai 6.044 kasus. Angka ini berhasil turun 23% menjadi 4.617 kasus pada 2022.

Meski angka tindak kejahatan menurun, tetapi Yogyakarta menjadi provinsi dengan penduduk paling berisiko mengalami tindak kejahatan, khususnya di Pulau Jawa. 

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira