Susul Indonesia & Malaysia, Kolombia Masuk Dewan Negara Produsen Sawit

Michael Reily
9 November 2018, 09:28
Kelapa Sawit
ANTARA FOTO/Rahmad
Pekerja merontokkan buah kelapa sawit dari tandannya di Desa Sido Mulyo, Aceh Utara, Aceh, Kamis (26/10). Para pekerja manyoritas kaum perempuan mengaku, dalam sehari mereka mampu memisahkan dan merontokkan biji kelapa sawit sebanyak 250 kilogram dengan upah Rp200 per kilogram atau menerima upah Rp.50 ribu perhari.

Indonesia dan Malaysia memperluas keanggotaan Dewan Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) dengan menetapkan Kolombia sebagai anggota baru. Kolombia dipertimbangkan menjadi anggota CPOPC karena merupakan salah satu produsen sawit terbesar di Benua Amerika.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berharap kerja sama strategis dapat mempromosikan kepentingan industri kelapa sawit dalam ekonomi global.

“Sangat penting bagi CPOPC memperluas keanggotannya guna memperkuat posisi daya tawar sekaligus kerjasama dengan negara produsen kelapa sawit lainnya” kata Darmin dalam keterangan resmi dari Putrajaya, Malaysia, Jumat (9/11).

(Baca: Tiru Indonesia, Malaysia Dorong Permintaan CPO dengan Biodiesel)

Dalam pertemuan CPOPC, Malaysia diberi mandat untuk memimpin CPOPC terhitung mulai 1 Januari 2019. Darmin melakukan serah terima jabatan kepada Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok.

Dalam pertemuan itu, CPOPC juga  memutuskan beberapa langkah strategis dalam mempertahankan daya tawar di tengah tantangan pasar global. Seperti, program keberpihakan terhadap petani, penguatan mandatori biodiesel, dan strategi perlawanan kampanye hitam di pasar global.  (Baca : Jokowi: Penerapan Biodiesel 20% Bisa Kerek Harga Sawit US$ 100 Per Ton)

Darmin menjelaskan, situasi pasar kelapa sawit menghadapi tantangan penurunan harga minyak kelapa sawit (CPO) pasar global. Kemudian, ada juga kendala isu keberlanjutan yang membuat CPO kesulitan mengakses pasar negara utama tujuan ekspor.

"Saya percaya, pertemuan menjadi penting bagi CPOPC untuk memainkan peran sebagai forum negara penghasil kelapa sawit untuk mengkoordinasikan langkah-langkah untuk mengatasi tantangan global,” ujar Darmin.

Anggota CPOPC juga memutuskan tidak akan berpartisipasi dalam workshop Indirect Land Use Change (ILUC) yang merupakan bagian dari European Union’s Renewable Energy Directive II (RED II).  Sebab, CPOPC menilai kebijakan itu sangat diskriminatif terhadap produk kelapa sawit di pasar Uni Eropa.

Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...