Ombudsman Curigai Ada Maladministrasi pada Usaha Peternakan Ayam
Ombudsman Republik Indonesia menduga ada praktik maladministraasi di balik persaingan usaha peternakan unggas dan anjloknya harga ayam di pasaran. Kondisi itu menyebabkan para peternak unggas mandiri merugi hingga Rp 2 triliun dalam enam bulan terakhir.
Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan setidaknya terdapat dua unsur yang melatari dugaan tersebut. Pertama, ada kerugian yang dialami peternak mandiri. Kedua, ada potensi pembiaran, karena tidak ada regulasi yang melindungi 20% pangsa pasar peternak rakyat.
Absennya regulasi untuk perlindungan peternak kecil, menurutnya bisa jadi disebabkan oleh keinginan pemerintah ingin memberikan harga murah di tingkat konsumen. Padahal, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2019 sebelumnya telah mengatur harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak untuk periode Januari - Maret 2019.
(Baca: Merugi Rp 2 Triliun, Peternak Unggas Tuntut Perlindungan Usaha)
“Kami lihat ini terlalu bebas, tidak ada pembedaan segmen pasar bagi produk perusahaan integrator dan peternak mandiri,” kata Alamsyah usai menerima perwakilan peternak unggas di kantornya, Jumat (8/3).
Akibat persaingan yang terlalu bebas, banyak perusahaan integrator (peternakan terintegrasi) ke semua segmen usaha, sehingga ada gejala yang mengarah pada praktik predatory pricing. Untuk itu, Ombudsman akan berkoordinasi dengan komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pendalaman. Tujuannya, agar persaingan usaha yang tidak sehat dapat segera diatasi.
Namun aspek yang akan ditelusuri Ombudsman hanya fokus pada aspek pembiaran dan kelemahan regulasi. Sementara mengenai persaingan usaha akan menjadi ranah KPPU.
Menurutnya, dua aspek tersebut bukan saja menunjukkan lemahnya regulasi, juga menjadi ancaman konstitusi. Karena, hal ini merupakan bagian dari mata rantai yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dia juga menambahkan absennya regulasi disebabkan keinginan pemerintah untuk menjamin harga ayam murah di tingkat konsumen.
"Kalau mengorbankan peternak mandiri dan mengutamakan perusahaan besar, sama saja dengan gejala penguasaan lahan yang diberikan untuk kapital besar masuk,” kata Alamsyah.