Peluang Konsolidasi Fintech di Mata GoPay, OVO dan DANA

Desy Setyowati
28 September 2019, 14:09
GoPay, OVO dan DANA tanggapi peluang konsolidasi fintech di Indonesia ke depan
ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Ilustrasi, pengunjung melintas di depan restoran makan cepat saji yang terpasang poster promosi diskon aplikasi fintech pembayaran atau "payment gateway" di salah satu mal di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/3/2019). GoPay, OVO dan DANA tanggapi peluang konsolidasi fintech di Indonesia ke depan.

Regulator terus mendorong perbankan untuk konsolidasi. Sebab, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga akhir tahun 2018 ada 115 bank dan 1.597 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Lalu, bagaimana perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran melihat peluang konsolidasi ke depan?

Head of Corporate Communications GoPay Winny Triswandhani mengatakan, perusahannya memilih berfokus pada kolaborasi dalam rangka memperkenalkan layanan dompet digital ke masyarakat. “Salah satu yang kami ajak kerja sama adalah fintech,” kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (25/9) lalu.

Ia mencontohkan, layanan pembayaran GoPay bisa dipakai untuk membeli reksa dana di bibit.id. Bibit.id merupakan fintech penasihat digital (robo advisor) yang menakar produk investasi sesuai dengan level risiko pengguna.

Selain itu, fintech pembayaran Finarya bekerja sama dengan Gojek untuk menghadirkan layanan LinkAja di aplikasi. Dengan begitu, ada dua dompet digital di platform Gojek. “Saat ini fokus kami adalah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memperkenalkan transaksi non-tunai di seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” katanya.

(Baca: GoPay, OVO, LinkAja dan DANA Ungkap Soal Strategi ‘Bakar Uang’)

Sedangkan CEO Espay Debit Indonesia Koe (DANA) Vincent Iswara menilai, industri fintech pembayaran masih terlalu muda. Di satu sisi, mayoritas penduduk Indonesia masih bertransaksi menggunakan uang tunai.

Karena itu, menurutnya semakin banyak pemain di industri ini akan mendorong inklusi keuangan di Tanah Air. “Saya tidak bisa menanggapi soal itu (konsolidasi), tetapi saya melihat semakin banyak pemain akan makin bagus di pasar ini,” kata Vincent.

Hal senada disampaikan oleh Director of Enterprise Payments OVO Harianto Gunawan. Ia menilai, industri ini masih terlalu muda. Berbeda dengan perbankan yang sudah beroperasi sejak puluhan tahun lalu.

“Masih di tahap inovasi produk (industri fintech). Kami bukan bank yang sudah puluhan tahun. Kami masih baru. Kami lihat bagaimana perkembangannya,” kata dia di sela-sela acara Fintech Summit 2019 di Jakarta.

DANA dan OVO pun diisukan bakal merger. Sebab, sumber Reuters menyebutkan Grab sedang dalam pembicaraan dengan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) untuk mengakuisisi DANA, dan akan digabungkan dengan OVO.

(Baca: OVO Tanggapi Kabar Bakal Gabung DANA hingga Jadi Unicorn)

McKinsey dalam laporannya bertajuk ‘Synergy and Disruption: Ten trends shaping fintech’ pada akhir tahun lalu menyebutkan, ada tiga tren yang akan membentuk lanskap layanan keuangan digital Tiongkok.

Pertama, para pemain yang skalanya besar akan terus mengadopsi teknologi. Dengan begitu, mereka bisa merambah model bisnis fintech-as-a-service (FaaS) dengan menyediakan solusi layanan bagi perusahaan sejenis yang skalanya lebih kecil.

Kedua, bank dan perusahaan asuransi berinvestasi besar-besaran untuk menawarkan layanan berbasis digital. Salah satu contohnya, PingAn. Terakhir, pemerintah berpotensi membuat peraturan untuk mendorong konsolidasi fintech.

(Baca: OVO Jadi Dompet Digital Terbesar di Indonesia Berkat Ekosistem Grab)

Reporter: Desy Setyowati, Cindy Mutia Annur

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...