Arcandra Soroti Hambatan Izin Migas di Kementerian LHK

Anggita Rezki Amelia
8 Mei 2017, 19:58
Arcandra ESDM
Arief Kamaludin (Katadata)

Dengan gross split, kontraktor bisa melakukan pengadaan barang dan jasa sendiri. Jadi, tidak perlu lagi melalui SKK Migas seperti skema kontrak bagi hasil konvensional. Skema ini bisa menghemat waktu 2-3 tahun mulai dari tahapan desain awal (pre front end engineering design/FEED) hingga berproduksi.

(Baca: Klaim Pemerintah Soal Efisiensi Gross Split Migas Dipertanyakan)

Efisiensi waktu dengan metode gross split ini berdasarkan kajian yang dilakukan Kementerian ESDM terhadap 10 blok migas besar di Indonesia. Hasilnya, Blok Tangguh Train 3 bisa lebih cepat menjadi 83 bulan dari sebelumnya 105 bulan. Adapun, Blok Cepu Banyu Urip dari 152 bulan menjadi 120 bulan dan Blok Jambaran Tiung Biru awalnya 86 bulan menjadi 73 bulan.

Selain itu, Blok Jangkrik dari 84 bulan menjadi 71 bulan, Blok IDD Bangka 106 bulan menjadi 83 bulan, Donggi dari 104 bulan menjadi 91 bulan. Sementara itu, Blok Matindok dari 88 bulan menjadi 73 bulan, Blok Senoro dari 130 bulan menjadi 116 bulan, Blok A dari pengurusan 136 bulan menjadi 118 bulan serta Blok Kepodang dari 134 bulan menjadi 113 bulan. 

Chairman and Founder PT Sele Raya Eddy Tampi berharap, adanya sistem gross split juga bisa mempermudah sistem perizinan. Proses peizinan ini bisa selesai  maksimal 60 hari. ''Kalau izin cepat bisa produksi dan menambah puluhan ribu barel,'' katanya. (Baca: Skema Gross Split Migas Ancam Keberadaan Kontraktor Kecil)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...