Belasan Blok Migas Belum Bisa Mengalirkan Gasnya

Anggita Rezki Amelia
10 Februari 2017, 18:30
pipa gas pertamina
Arief Kamaludin|Katadata

Ada usulan agar pipa yang dibangun tersebut diserahkan kepada PGN, tapi PLN sulit melakukan hal itu. Usulan lainnya pipa ini dibangun PGN. Namun opsi ini juga masih terkendala karena PJBG akan habis pada 2019.

Kelima, gas dari Lapangan Gajah Baru yang dikelola Premier Oil juga belum bisa mengalir ke PLN Batam dan PT Universal Batam Energy (UBE), masing-masing sebesar 20 bbtud. Gas dari lapangan itu belum bisa mengalir karena pipa ruas WNTS-Pemping masih dalam tahap pengerjaan.

Keenam, gas untuk pembangkit PLN Tanjung Batu sebesar 40 bbtud belum bisa mengalir karena pembangunan pipa oleh Pertamina belum selesai. Gas tersebut berasal dari Blok Mahakam, Sanga-Sanga, dan Sebuku.

Selain itu terdapat dua blok migas lain yakni Blok Nunukan yang dikelola oleh PHE Nunukan, serta Blok Kasuri yang dikelola oleh Genting Oil yang juga kesulitan untuk memonetisasi gas bumi di dalamnya. Mereka belum mendapatkan calon pembeli gasnya. Adapun volume gas dari Blok Nunukan bisa dialokasikan sebesar 60 bbtud, dan Blok Kasuri sebesar 235 bbtud.

(Baca: Bangun Infrastruktur Gas Butuh Rp 1.066 Triliun Sampai 2030)

Atas permasalahan ini, Zikrullah mengusulkan agar pembangunan infrastruktur gas ke depan semakin ditingkatkan. Terutama untuk infrastruktur gas alam cair (LNG) sebagai moda mendekatkan sumber gas yang jauh dari penggunanya. "Saat ini fasilitas LNG cuma ada tiga di Arun, Teluk Jakarta, dan Benoa, sedangkan sekarang ada ratusan IPP (pembangkit listrik swasta) yang belum terjangkau LNG," kata dia.

Menurutnya gas pipa sangat sulit diandalkan dalam menyuplai gas untuk jangka panjang. Sebab cadangan gas suatu lapangan migas semakin lama akan mengalami penurunan. Sementara saat ini sangat sulit menemukan blok dengan cadangan gas di atas 1-2 miliar kaki kubik (bcf).

Alhasil produksi migas per hari saat ini hanya bisa sebesar 10-20 mmscfd dengan perkiraan puncak produksi hanya 2-3 tahun saja. "Kalau ada yang bisa sampai 10 tahun itu sudah bagus," kata dia.

Bahkan fakta lainnya, seringkali jumlah cadangan migas saat ini meleset dari perkiraan. Meskipun cadangan suatu wilayah kerja migas sudah tersertifikasi Lemigas, tapi tidak sepenuhnya bisa dimonetisasi. 

Zikrullah berharap dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2017 tentang alokasi dan harga gas untuk pembangkit listrik maka dapat menjadi solusi bagi negosiasi harga jual listrik antara kontraktor dan PLN atau IPP. "Jadi ada kepastian harga yang selama ini selalu dikeluhkan, karena harganya tidak seimbang," kata dia. (Baca: Kementerian ESDM Rilis Aturan Penurunan Harga Gas di Sumatera Utara)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...