Karpet Merah Hilirisasi Batu Bara dalam UU Cipta Kerja

Image title
8 Oktober 2020, 16:48
Ilustrasi digital
123rf
Ilustrasi. Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja menyebut perusahaan batu bara yang melakukan hilirisasi dapat menerima royalti 0%.

Pasokan batu bara dalam negeri cenderung naik. Pada 2014 pasokan batu bara untuk dalam negeri baru mencapai 76 juta ton, empat tahun kemudian bertambah menjadi 115 juta ton. Peningkatan ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan perusahaan tambang memasok kebutuhan batu bara nasional. Sisanya kemudian bisa diekspor.

Hilirisasi Tak Langsung Dorong Investasi

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia berpendapat pemberian royalti 0% bagi pelaku usaha tambang yang menjalankan hilirisasi cukup positif. Namun, insentif ini tak serta merta membuat investasi ke hilirisasi langsung meroket.

Industri hilirisasi batu bara membutuhkan nilai investasi yang tidak sedikit. Investor membutuhkan jaminan kepastian insentif fiskal dan nonfiskal. Pemerintah sebelumnya telah memberikan stimulus nonfiskal yang tercantum dalam UU Minerba terkait fleksibilitas izin bagi perusahaan yang melakukan hilirisasi. Namun, kebijakan tersebut dinilai belum cukup.

Insentif lainnya untuk mendorong hilirisasi adalah tax holiday atas pembelian barang konstruksi (EPC) dan pajak bumi bangunan (PBB). "Memang royalti itu yang paling signifikan. Dengan diberikan 0% adalah langkah yang tepat," kata dia.

Hilirisasi, menurut pakar hukum pertambangan Ahmad Redi, sangat penting bagi negara untuk meningkatkan nilai tambah dan konservasi cadangan batu bara. Industri dalam negeri juga dapat tumbuh, begitu pula pengembangan dan pemanfaatan hasil tambang tersebut. Pemberian royalti juga mengganti paradigma batu bara, dari komoditas menjadi modal dasar pembangunan nasional.

Kebijakan peningkatan nilai tambah ini seharusnya dilakukan dalam perspektif negara. Selama ini bisnis batu bara hanya keruk, angkut, dan jual. Padahal, sesuai Pasal 33 UUD 1945, kekayaan alam itu harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Menanti Terbitnya PP

Hendra menjelaskan guna menjamin kepastian investasi perusahaan tambang, APBI saat ini tengah menanti terbitnya peraturan pemerintah atau PP terkait pajak. Setiap produsen batu bara saat ini mendapat perlakuan pajak berbeda-beda.

Besaran pajaknya tergantung generasi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang perusahaan miliki. "PP itu sangat penting sebagai dasar hukum perusahaan yang akan diperpanjang menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK)," ucapnya.

PT Arutmin Indonesia selaku pemegang PKP2B generasi pertama juga menyampaikan hal serupa. General Manager Legal & External Affairs Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan pihaknya tengah menanti terbitnya PP pajak.

Perusahaan juga tengah menunggu keputusan resmi dari pemerintah terkait perpanjangan kontrak dan perubahan status PKP2B menjadi IUPK. PP itu sangat penting sekali bagi keberlangsungan bisnis Arutmin. "Berbeda dengan perusahaan lain, pajak kami 45%, sementara yang lain 25%," ujarnya.

Menanggapi soal royalti 0%, ia menyebut hal itu sebagai wujud nyata keseriusan pemerintah dalam mendorong hilirisasi batu bara. "Tentunya akan menambah keekonomian proyek hilirisasi yang butuh investasi sangat besar, teknologi yang masih jarang, dan offtaker (pembeli) yang terbatas," ucapnya.

Produsen batu bara lainnya, PT Adaro Energy Tbk, menyampaikan perusahaan senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Pihaknya akan patuh dan mengikuti aturan yang berlaku. "Dengan melaksanakan optimalisasi pemanfaatan cadangan untuk peningkatan penerimaan negara dan pengembangan perusahaan," ujar Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...