Harga yang Tinggi Jadi Momok Serapan Biodiesel Minyak Jelantah

Muhamad Fajar Riyandanu
26 Juli 2022, 11:19
minyak jelantah, biodiesel,
123rf.com
Ilustrasi minyak jelantah.

Dia pun mengatakan yayasan kerap kali kesulitan mendapatkan bahan baku minyak jelantah. Pasalnya, para produsen minyak jelantah seperti hotel dan rumah makan enggan memberikan jelantah mereka dengan harga Rp 4.000 per liter.

Mereka lebih memilih menjual ke pengepul besar yang mampu membeli sesuai dengan harga pasaran yang lebih tinggi, yakni Rp 5.500-6.000 per liter. “Kenapa harga minyak jelantah tinggi? karena kebutuhan untuk Eropa itu tinggi, untuk ekspor. Ini bukan limbah lagi, tapi ini komoditas,“ ucapnya.

Tri berharap, pemerintah bias membuat regulasi yang mengatur soal pengumpulan jelantah dari rumah tangga, hotel, maupun rumah makan agar bisa diberdayakan menjadi bahan baku biodiesel.

Adapun regulasi soal pengumpulan minyak jelantah sudah diterapkan di Kota Bogor. Di wilayah tersebut, cerita Tri, Pemerintah Kota Bogor secara berkala mengambil minyak goreng bekas dari hotel dan rumah makan secara gratis. Minyak jelantah tersebut kemudian diolah menjadi campuran biodiesel untuk bahan bakar Trans Pakuan.

“Regulasi di tingkat daerah itu lebih efektif, karena pemerintah daerah yang lebih mengerti dari sisi karakter dan kondisi masyakaratnya. Kalau dari pemerintah pusat mungkin agak sulit karena harus membuat turunan peraturan dan sebagainya,“ harap Tri.

Direktorat Bionergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan biodiesel yang dihasilkan dari UCO memiliki peluang untuk dipasarkan baik di dalam negeri maupun ekspor. Menurutnya, pemanfaatan biodiesel dari UCO dapat menghemat biaya produksi hingga 35% dibandingkan dengan biodiesel berbasis CPO.

Adapun pemanfaatan UCO tidak terbatas untuk biodiesel semata, ia bisa digunakan sebagai bahan campuran bioethanol, bioavtur, dan Biofuel yang terhidrogenasi (HVO). “Selain itu, juga mengurangi 91,7% emisi CO2 dibandingkan dengan solar,” kata Edi dalam Katadata IDE 2022, Kamis (7/4).

Di sisi lain, ada sejumlah tantangan yang muncul dalam upaya pengembangan UCO untuk bahan bakar nabati, di antaranya fluktuasi harga minyak jelantah yang relatif tinggi hingga Rp 6.000 per liter, mekanisme pengumpulan dari rantai pasok yang belum terbentuk, terutama yang melibatkan komunitas masyarakat dan pemetaan potensi.

“Harus masifkan sosialisasi terkait bahaya penggunaan minyak jelantah untuk memasak dan promosi pemanfaatan minyak jelantah untuk energi,” ujar Edi.

Manager Riset Traction Energy Asia, Fariz Panghedar, menjelaskan total potensi UCO dari rumah tangga dan unit usaha mikro di kota-kota besar seperti Pulau Jawa dan Bali mencapai 207.170,65 KL per tahun. Sementara total potensi UCO dari rumah tangga dan unit usaha mikro di level nasional sebesar 1.243.307,7 KL per tahun.

“Total potensi ini hanya di rumah tangga dan unit usaha mikro, apabila diluaskan ke unit skala kecil, sedang dan menengah di sektor makanan, termasuk juga sektor hotel dan restoran serta kafe maka jumlahnya akan 3 juta KL per tahun. Itu yang bisa dimanfaatkan sebagai BBN,” jelasnya.

Ia melanjutkan, saat ini sebagian besar permintaan bahan bakar nabati biodiesel berasal dari sektor maritim. Oleh karenanya, Fariz mengusulkan agar memfungsikan sejumlah tempat seperti pelabuhan dan perumahan warga di kota-kota besar dan padat penduduk seperti Pulau Jawa dan Sumatera sebagai sentra pengumpulan minyak jelantah.

“Kemudian itu bisa disitrubusikan lebih dulu ke kilang-kilang dan didistribusikan di lokasi yang sama dengan lokasi pengepulan. Ini bisa digunakan sebagai bahan bakar di mesin-mesin yang kecepatannya rendah seperti genser, forlift, dan boiler,” ujar Fariz.

Adapun distribusi dari hasil tersebut dapat disalurkan ke Kawasan industri di Pulau Jawa dan Sumatera yang memiliki potensi industri yang besar. Selain itu, karena permintaan biodiesel mayoritas berada di sektor maritim, bahan bakar nabati tersebut dapat disalurkan ke beberapa wilayah persisir.

“Untuk kegiatan pelayaran dan perikanan di daerah Kendal, Semarang, Surabaya bisa menyediakan sektor perikanan dan industri,” tukas Fariz.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...