Kemitraan Dagang RI - Eropa Berlaku Hari Ini, Termasuk dengan Swiss
Pada periode Januari–Agustus 2021, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan non migas dengan negara-negara EFTA sebesar US$ 609,8 juta (Rp 8,7 triliun).
Ekspor Indonesia ke EFTA yang mencapai US$ 1,11 miliar (Rp 15,8 triliun) dan impor Indonesia dari EFTA yang sebesar US$ 504,5 juta (Rp 7,2 triliun).
Perdagangan Indonesia ke negara EFTA didominasi Swiss dengan ekspor sebesar 96% dari total ekspor Indonesia ke EFTA atau senilai US$ 1,07 miliar (Rp 15,2 triliun), dan impor sebesar 71% dari total impor Indonesia dari EFTA atau senilai US$ 358,9 juta (Rp 5,1 triliun).
Komoditas ekspor non migas terbesar Indonesia ke negara EFTA pada 2020 meliputi emas, perhiasan, limbah logam, serat optik, dan buldoser.
Sementara itu, impor terbesar Indonesia dari EFTA meliputi bom dan granat, tinta untuk keperluan pencetakan, dan jam tangan.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, implementasi perjanjian perdagangan tersebut memungkinkan Indonesia memperoleh manfaat dari pemberlakuan tarif preferensi dengan menggunakan Dokumen Keterangan Asal untuk menekan biaya produksi.
Ia menyebut, manfaat ini dapat meningkatkan daya saing industri dan menjadikan produk Indonesia lebih kompetitif sehingga berdampak pada peningkatan devisa negara.
Wisnu menambahkan, pemerintah berharap aturan ini dapat mendukung produktivitas ekonomi.
Juga, keberlangsungan dunia usaha Indonesia, terutama pasca darurat Covid-19. Serta berharap eksportir dapat memaksimalkan fasilitas dari implementasi kerja sama IE–CEPA.
Selain peningkatan daya saing industri, perjanjian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui fasilitasi tarif preferensi tersebut.
“Fasilitas tarif preferensi ke EFTA memberikan dampak positif karena produk Indonesia dapat diterima dan masuk ke pasar EFTA tanpa dikenakan bea masuk,” kata Wisnu.