Kadin: Larangan Ekspor Batu Bara Kebijakan Sepihak dan Tergesa-gesa

Happy Fajrian
2 Januari 2022, 09:04
larangan ekspor batu bara, kadin
ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wsj.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Sabtu (13/6/2020).

Meski begitu, Arsjad menegaskan Kadin Indonesia senantiasa mendukung kebijakan dan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah. Namun, Kadin berharap dunia usaha bisa dilibatkan atau paling tidak diminta klarifikasi dan dimintai solusi jika ada keluhan yang dialami oleh pihak pengguna batu bara domestik termasuk PLN.

Apalagi dunia usaha membutuhkan konsistensi kebijakan untuk solusi jangka panjang. Karena itu, Kadin Indonesia merekomendasikan agar segera dilakukan diskusi antara pemerintah, PLN dan pengusaha batu bara guna mencapai solusi yang tepat, bukan hanya dari sisi pasokan tapi juga dari permintaan, seperti pelabuhan PLN, perencanaan ataupun pengadaan PLN.

"Kami berharap pemerintah bisa mendengar aspirasi dan klarifikasi dari teman-teman pengusaha. Kami bersama pemerintah juga berharap bisa mendapatkan solusi yang terbaik," ungkapnya.

Menjawab klaim langkanya pasokan atas dasar larangan ekspor, Arsjad menjelaskan berdasarkan hasil penelusuran Kadin, tidak semua PLTU grup PLN termasuk produsen listrik swasta (IPP) mengalami kondisi kritis persediaan batu bara.

Selain itu, pasokan batu bara ke masing-masing PLTU, baik yang ada di bawah manajemen operasi PLN maupun IPP, sangat bergantung pada kontrak-kontrak penjualan atau pasokan batu bara antara PLN dan IPP dengan masing-masing perusahaan pemasok.

Apalagi Anggota Kadin Indonesia banyak yang merupakan perusahaan pemasok batu bara dan mereka telah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25% yang sebagaimana diatur dalam Kepmen 139/2021.

“Bahkan telah memasok lebih dari kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) tersebut sesuai harga untuk kebutuhan PLTU PLN dan IPP," jelas Arsjad. Ia berharap agar pemerintah dapat menerapkan sistem reward dan penalties yang adil dan konsisten, bukan memberlakukan sistem sapu jagat kepada seluruh perusahaan batu bara.

"Ditambah lagi mengetahui bahwa kebutuhan PLN adalah kurang dari 50% dari jumlah produksi nasional dan pemberlakuan sistem ini akan mengurangi pendapatan PNPB serta pelaku bisnis harus menanggung biaya demurrage yang cukup signifikan," tuturnya.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...