Asosiasi Minyak Nabati Tak Pernah Ancam Boikot Program Migor Subsidi
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengklarifikasi pemberitaan di sejumlah media online terkait ancaman boikot program minyak goreng (migor) curah subsidi pasca penetapan tersangka tiga orang dari pihak swasta dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah membuat ancaman tersebut dan menjamin kelancaran distribusi.
"Kami sama sekali tidak ada niat ataupun rencana untuk memboikot program minyak goreng curah bersubsidi pemerintah. Sangat disayangkan sejumlah media memberikan informasi kurang akurat terkait sikap GIMNI," katanya, Rabu (20/4).
Sahat menyampaikan bahwa ada keresahan dari perusahaan minyak goreng anggota GIMNI pasca penetapan 4 tersangka oleh Kejaksaan Agung RI berkaitan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya.
Beberapa industri minyak goreng anggota GIMNI menelepon dan menyampaikan ketakutannya untuk mengikuti Program Minyak goreng Curah bersubsidi ini dan mengatakan ingin mundur. "Produsen takut untuk mengikuti program minyak goreng curah bersubsidi setelah adanya persoalan hukum ini," ujarnya.
Tetapi, lanjutnya, pihaknya menyarankan supaya 36 anggota GIMNI tetap jalan terus dan jangan mundur. Karena data mereka sudah tercatat di SIINAS (Sistem Informasi Industri Nasional) dan SIMIRAH (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah) Kementerian Perindustrian.
"Mereka saya minta tidak perlu takut, asalkan berjalan sesuai regulasi dan aturan pemerintah. Dan kalau tak ikut nanti kita bisa dicap menjalankan boikot terhadap program minyak goreng curah bersubsidi ini," katanya.
Selain itu, lanjutnya, produsen minyak goreng ikut menjalankan tugas pelayanan publik kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan.
Sahat Sinaga juga menyampaikan agar selama bulan puasa dan lebaran ini, industri minyak goreng jangan terganggu oleh aktivitas pihak luar yang tidak langsung berkaitan dengan alur produksi agar dapat bisa fokus bekerja memenuhi target penugasan pemerintah.
Berkaitan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung, GIMNI tetap menyerahkan sepenuhnya persoalan hukum yang menimpa anggotanya kepada pihak Kejaksaan Agung dan dengan aturan hukum yang berlaku. "GIMNI akan kooperatif dan memberikan perhatian penuh atas kasus ini," ujar Sahat.
Sebelumnya dikabarkan bahwa GIMNI menilai, penetapan tersangka tiga orang dari pihak swasta terkait kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor CPO yang juga menjerat petinggi Kementerian Perdagangan tidak sah.
GIMNI meminta pemerintah untuk segera membenarkan penetapan tersangka ketiga orang dari pihak swasta tersebut atau mereka keluar dari program minyak goreng curah subsidi.
Ketiga petinggi di perusahaan minyak yang dijadikan tersangka yakni Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; dan General Manager PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang.
Mereka diduga melakukan kesepakatan dengan pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mendapatkan Perizinan Ekspor (PE) sebelum menyalurkan minyak goreng sesuai aturan kewajiban pasar domestik (DMO).
Aturan DMO mengatur pengekspor CPO untuk menyalurkan 20% dari volume ekspor ke pasar domestik dalam bentuk minyak goreng atau bahan baku minyak goreng (olein).
"Mengekspor produk (CPO) tanpa (mematuhi aturan) domestic supply tidak mungkin, karena sistemnya manual. Oleh karena itu, (pejabat perusahaan CPO) menunggu (di kantor Kemendag). Ini yang dipakai (sebagai bukti) dekat dengan pejabat," kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga di Jakarta, Selasa (19/4).