Ekspor Produk Sawit Indonesia ke Uni Eropa Naik 51,7%
Kenaikan nilai ekspor tersebut terjadi di tengah penurunan harga CPO Cif Rotterdamturun dari US$ 1.203/ton pada Juli menjadi US$ 1.095/ton pada Agustus.
Gugatan Sawit di WTO
Pada 2019, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia secara resmi menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait diskriminasi kelapa sawit Indonesia. Pemerintah mengajukan gugatan pada Senin (9/12/2019) di Jenewa, Swiss.
Kebijakan yang digugat yaitu Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation Uni Eropa. Kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel dari Indonesia.
Indonesia menilai kebijakan tersebut berdampak pada citra ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa. Di sisi lain, citra produk kelapa sawit dapat memburuk di perdagangan global.
"Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada Uni Eropa sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan," kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto seperti dikutip dari siaran pers, Senin (16/12/2019).
Hingga berita ini diturunkan, Indonesia masih menunggu keputusan sidang gugatan diskriminasi produk sawit Indonesia tersebut di WTO.
Produktivitas sawit lebih tinggi
Menurut laporan Kementerian Perindustrian yang bertajuk Tantangan dan Prospek Hilirisasi Sawit Nasional, produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit jauh lebih tinggi dibanding perkebunan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Untuk menghasilkan 1 ton minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) hanya dibutuhkan lahan seluas 0,3 hektare (ha).
Sebagai perbandingannya, untuk menghasilkan 1 ton minyak lobak (rapeseed oil) dibutuhkan lahan seluas 1,3 ha. Sedangkan untuk produksi 1 ton minyak bunga matahari (sunflower oil) butuh lahan 1,5 ha, dan untuk 1 ton minyak kedelai (soybean oil) diperlukan lahan hingga 2,2 ha.