Revisi KUHP Diklaim Perberat Hukuman Bagi Pejabat Korup, Benarkah?

Image title
21 September 2019, 14:46
Revisi KUHP, Korupsi, KPK, UU Tipikor
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Sejumlah demonstran melakukan aksi demo di depan gedung DPR MPR RI, Jakarta Pusat (16/9). Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah keukeuh memasukkan pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

(Baca: DPR Akui Pengaturan Pidana dalam RKUHP Tak Gunakan Rumusan yang Jelas)

Revisi KUHP Pasal 605 berbunyi: “Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.”

UU Tipikor Pasal 3 berbunyi: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Ketiga, Pasal 606 ayat 1 revisi KUHP yang berpadanan dengan Pasal 5 UU Tipikor, mengatur hukuman untuk orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri sipil (PNS) untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban.

Hukuman penjara sama antara Pasal 606 revisi KUHP dan Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor. Namun, ketentuan denda maksimal lebih berat dalam revisi KUHP.

Pada Pasal 606, penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit kategori III (Rp 50 juta) dan paling banyak kategori V (Rp 500 juta).

Sedangkan pada Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor, penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

(Baca: Ada Dewan Pengawas, Pimpinan Baru KPK Sebut OTT Sulit Dilakukan )

Keempat, Pasal 606 ayat 2 revisi KUHP yang berpadanan dengan Pasal 5 ayat 2, mengatur hukuman untuk penyelenggara atau PNS yang menerima pemberian atau janji.

Hukuman penjara dan denda maksimal dalam Pasal 606 ayat 2 lebih berat dibandingkan Pasal 5 ayat 2 UU Tipikor. Pada Pasal 606 ayat 2, penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 6 tahun. Denda paling sedikit Rp 50 juta, dan paling banyak Rp 500 juta.

Sedangkan pada Pasal 5 ayat 2 UU Tipikor, penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Pasal 606 ayat 1 revisi KUHP berbunyi:“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Kategori III dan paling banyak Kategori V, Setiap Orang yang:

1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

2. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.”

Pasal 606 ayat 2 revisi KUHP berbunyi: “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Kategori III dan paling banyak Kategori V.”

Pasal 5 UU Tipikor ayat 1 berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta setiap orang yang:

1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

2. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.”

Pasal 5 UU Tipikor ayat 2 berbunyi: “Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).”

Kelima, revisi KUHP tidak mengatur tentang pidana tambahan, seperti uang pengganti, sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...