Adu Strategi Jokowi vs Prabowo Keluar dari Jebakan Pendapatan Menengah

Rizky Alika
11 April 2019, 20:06
prabowo, jokowi, pilpres 2019, pemilu 2019, strategi ekonomi paslon, jebakan kelas menengah, bpn, tkn
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan saat mengikuti debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Debat itu mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional.

Kalau terpilih kembali, Jokowi akan mengutamakan hasil produksi diserap oleh pasar dalam negeri. Hal ini dapat mendorong Indonesia keluar dari jeratan pendapatan berpenghasilan menengah.

(Baca: Tantangan Presiden Terpilih, Kenaikan Upah Buruh Hambat Investasi)

Dengan mengutamakan pasar domestik, Indonesia tidak akan bergantung kepada negara lain. Apabila permintaan global melemah, negara ini tidak akan kehilangan pasarnya. "Apalagi kondisi global sedang gloomy," ujarnya.

Selain itu, Jokowi akan membuka sumber ekonomi baru melalui sektor pariwisata dan industri halal. Bahkan, Indonesia ditargetkan menjadi destinasi halal nomor satu. 

Upaya ini juga diiringi dengan peningkatan sektor ekonomi kreatif. Sebagai informasi, kinerja ekspor industri kreatif mencaai Rp 316,4 triliun atau meningkat 5% dibandingkan tahun sebelumnya.

(Baca: Debat Pilpres 2019, Sandiaga akan Serang Pertumbuhan Ekonomi 5% Jokowi)

Rama mengatakan, keseluruhan strategi tersebut akan didukung oleh infrastruktur. Masyarakat menjadi lebih produktif dalam mengembangkan sumber ekonomi baru. "Aset infrastruktur akan boosting konsumsi," ujarnya.

Berdasarkan data Bank Dunia per 2017, sebanyak 47 negara berada di kategori berpendapatan menengah bawah (lower middle income) dan 56 negara berada di kategori berpendapatan menengah atas (upper-middle income). Sebanyak dua negara tercatat berhasil naik menjadi negara berpendaatan tinggi (high income) yaitu Argentina dan Panama.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam mengatakan, berdasarkan perhitungannya, Indonesia perlu mendongkrak pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata 6,8% per tahun selama 19 tahun ke depan untuk bisa menjadi negara berpendapatan tinggi. "Untuk keluar dari jebakan ini, pertumbuhan 5% tidak cukup," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...